Pajak Karbon PLTU Batu Bara Berpotensi Ditunda, Kenapa?

Jakarta – Pemerintah berpotensi menunda penerapan pajak karbon untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Jika tak ditunda, penerapan pajak karbon tersebut sedianya akan diberlakukan pada 1 April mendatang.

Peneliti Ahli Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kementerian Keuangan, Hadi Setiawan mengatakan, bahwa saat ini pemerintah masih mendiskusikan apakah pajak karbon akan diterapkan mulai pekan depan atau justru ditunda.

Pasalnya, dinamika politik global hingga kenaikan harga komoditas menjadi suatu hal yang menjadi pertimbangan tersendiri. Apalagi aturan turunan pajak karbon yang merupakan salah satu instrumen Nilai Ekonomi Karbon ini juga masih dalam pembahasan lebih lanjut.

“Ini sekarang masih didiskusikan di level pimpinan. Apakah tetap go 1 April atau ada penundaan satu bulan dua bulan,” kata Hadi dalam Bincang Bincang METI bertema: “Implementasi carbon pricing instruments, apa dampaknya bagi pengembang ET?” Jumat (25/3/2022).

Hadi mengatakan pajak karbon sendiri bertujuan untuk mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk dapat beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. Selain itu, penerapan aturan ini juga ditujukan untuk mendukung target penurunan emisi GRK dalam jangka menengah dan panjang.

Berikutnya, pajak karbon juga ditujukan untuk mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon dan ramah lingkungan.

Adapun pokok-pokok pengaturan pajak karbon antara lain yakni, pengenaan dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pajak terutang, atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.

Prinsip, keadilan dan keterjanjuan dengan memperhatikan iklim berusaha dan masyarakat kecil. Mekanisme, pada 2022-2024 mendasarkan pada batas emisi (cap and tax), selanjutnya berupa perluasan dengan penahapan sesuai dengan peta jalan pajak karbon atau pasar karbon.

Tarif ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan tarif paling rendah minimum sebesar Rp 30 per Kg CO2 atau Rp 30.000 per ton CO2 ekuivalen. Kemudian, penerimaan dapat digunakan untuk pengendalian perubahan iklim.

Dalam catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terdapat tiga grup klasifikasi penetapan pajak karbin di PLTU batu bara. Hal itu karena, PLTU batu bara di Indonesia bermacam-macam, mulai dari kapasitas 7 Mega Watt (MW) hingga 1.000 MW. Teknologi juga menjadi salah satu pertimbangan penerapan pajak karbon di PLTU.

Ketiga grup pengelompakan PLTU batu bara itu diantaranya: yakni kapasitas PLTU di atas 400 MW, 100-400 MW, dan PLTU Mulut Tambang 100-400 MW.

1. PLTU dengan kapasitas di atas 400 MW: nilai batasan emisi (cap) ditetapkan sebesar 0,918 ton CO2 per Mega Watt-hour (MWh).

2. PLTU dengan kapasitas 100-400 MW: dengan nilai batasan emisi 1,013 ton CO2 per MWh.

3. PLTU Mulut Tambang 100-400 MW, dengan nilai cap sebesar 1,94 ton CO2 per MWh.

Sumber : CNBC Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only