Buruh Setuju PPN Naik Jadi 11 Persen, Asal Ada Syaratnya

Menurutnya, tarif pajak pertambahan nilai boleh ditinggikan ketika pertumbuhan ekonomi nasional berada di kisaran 7 persen, dan upah buruh juga sudah naik.

“Kalau pertumbuhan ekonomi kita sudah 7 persen, boleh lah pajak dinaikan. Itu kan berarti pendapatan rakyat meningkat, gaji buruh meningkat,” ungkap Iqbal kepada Liputan6.com, Rabu (30/3/2022).

Jika pertumbuhan ekonomi masih berada di bawah 7 persen, Ia memohon pemerintah tidak terburu-buru menaikan tarif PPN. Sebab, harga bahan konsumsi dasar masyarakat jelas bakal ikut terkerek dengan adanya aturan tersebut.

“Tapi kalau pertumbuhan ekonomi sudah 7 persen, boleh lah dipertimbangkan untuk naik,” imbuh dia.

Berdasarkan perhitungannya, pertumbuhan ekonomi 7 persen semustinya akan mendongkrak kenaikan gaji buruh hingga kisaran 5-9 persen.

“Kalau pajak naik 1 persen mungkin bisa ditutupi dengan kenaikan upah antara 5-9 persen, kemudian pertumbuhan ekonomi 7 persen,” ujar dia.

Pemerintah berencana menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2022. Kenaikan tarif pajak ini disebut-sebut untuk mendorong target penerimaan negara melalui pajak di tahun depan.

Terbongkar, Alasan Pemerintah Naikkan PPN Jadi 11 Persen Mulai 1 April 2022

Pedagang beras menunggu pembeli di Pasar Tebet Timur, Jakarta, Jumat (11/6/2021). Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk soal penerapannya pada sembilan bahan pokok (sembako), masih menunggu pembahasan lebih lanjut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pemerintah akan memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 Persen pada 1 April 2022. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pasal 7 ayat (1) UU HPP mengatur, tarif PPN 11 persen.

“Itu sudah menjadi amanat Undang-Undang, bukan dari Kementerian Keuangan. Penjelasan lengkapnya sudah disampaikan Menkeu belum lama ini,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, kepada Liputan6.com, Selasa (29/3/2022).

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan, dinaikkannya tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen untuk menambah pemasukan penerimaan negara. Pasalnya, selama pandemi APBN sudah bekerja sangat keras.

“Kenapa ini dilakukan? waktu itu kan kita lihat APBN kerja ekstrim selama pandemi ini kita ingin menyehatkan. Jadi, kita lihat mana mana yang masih bisa space-nya,” kata Menkeu.

Jika dibandingkan dengan negara-negara Anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), PPN di Indonesia masih terbilang rendah. Rata-rata PPN dunia mencapai 15 persen, seperti di Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Denmark, Islandia, Jermal, Perancis dan lainnya.

“Kalau rata-rata PPN (Pajak Pertambahan Nilai) di dunia itu ada di 15 persen, kalau kita lihat negara OECD dan yang lain-lain. Indonesia ada di 10 persen kita naikkan 11 persen dan nanti 12 persen pada tahun 2025,” ujarnya.

Tujuan lainnya dinaikkan tarif PPN, agar Indonesia bisa setara dengan negara-negara anggota OECD atau negara-negara lain di dunia. Menkeu pun menegaskan, kenaikan ini tidak berlebihan melainkan sesuai dengan Undang-Undang.

“Nah, PPN kita kita lihat spacenya masih ada. Jadi kita naik hanya 1 persen. Namun, kita paham bahwa terutama sekarang ini fokus kita pemulihan ekonomi namun pondasi untuk pajak yang kuat harus mulai dibangun,” ujarnya.

Menurutnya, ketika pemerintah mendapatkan penerimaan negara, maka akan dikembalikan lagi ke rakyat melalui bantuan sosial (Bansos), subsidi, dan sebagainya.

Sumber: liputan6.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only