Reformasi Perpajakan Harus Diikuti Peningkatan Daya Saing Bisnis

Bank Dunia memperkirakan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) akan meningkatkan penerimaan pajak sebesar 0,7 persen sampai 1,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam jangka menengah.

Dengan peningkatan penerimaan itu akan menjembatani kesenjangan pajak di Tanah Air sekitar 12 persen sampai 20 persen. “Ini cukup signifikan, meskipun masih akan ada kesenjangan pajak yang signifikan sekitar lima persen dari PDB, yang akan membutuhkan reformasi pajak tambahan,” sebut Bank Dunia dalam laporan terkini perekonomian Asia Timur dan Pasifik April 2022 yang diterima di Jakarta, Selasa (5/4).

Lembaga pemberi pinjaman itu juga menilai reformasi perpajakan dalam UU HPP harus dilengkapi dengan peningkatan daya saing di lingkungan bisnis. Sebab, kekurangan daya saing selama ini meningkatkan biaya dalam berbisnis, bahkan mendorong informalitas dan kebocoran pajak.

Adapun akses kepada keuangan adalah dimensi daya saing yang memiliki dampak penting pada deklarasi pajak. Bank Dunia menjelaskan beberapa studi telah menggambarkan hubungan antara kedalaman sektor keuangan dan pemungutan pajak, termasuk bukti tingkat perusahaan yang menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki keterbatasan finansial cenderung lebih terlibat dalam penggelapan dan penghindaran pajak.

Oleh karena itu, reformasi liberalisasi investasi dan reformasi sektor keuangan dapat memiliki efek berganda pada pengumpulan pajak jika dilengkapi dengan reformasi pajak.

Ruang Fiskal

Selain meningkatkan penerimaan pajak, Bank Dunia berharap UU HPP secara struktural dapat meningkatkan ruang fiskal untuk melakukan belanja negara yang lebih mendukung pertumbuhan dan kemiskinan. Reformasi tersebut juga membuat sistem perpajakan Indonesia menjadi lebih adil melalui beberapa langkah, antara lain rasionalisasi pajak pertambahan nilai (PPN) dan pengalihan beban pajak penghasilan pribadi ke individu yang memiliki kekayaan bersih.

Kemudian, melalui perpajakan yang efektif dari ekonomi digital serta menyamakan kedudukan antara digital dan bisnis nondigital, pengenalan ambang batas bebas pajak baru untuk pendapatan perusahaan kecil, serta aturan tunjangan yang lebih ketat. Sebelumnya, pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai kehadiran UU HPP akan menjadi penyempurna dari reformasi perpajakan yang telah dilaksanakan pemerintah.

“UU HPP bukanlah pengganti reformasi pajak lainnya, namun pelengkap dan penyempurna reformasi pajak yang terus dilakukan oleh pemerintah,” jelas Fajri seperti dikutip dari Antara. Ia juga memastikan regulasi ini dapat memberikan rasa keadilan, tidak hanya kepada otoritas perpajakan, tetapi juga kepada wajib pajak maupun kondisi lingkungan melalui kehadiran pajak karbon.

“Ini juga memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi wajib pajak seperti pengaturan kembali pajak masukan dan penegakan hukum yang mengedepankan ultimum remedium,” kata Fajri.

Sumber: koran-jakarta.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only