Tarif PNBP Batubara Naik, Pebisnis Minta Insentif

JAKARTA. Pemerintah menetapkan aturan terbaru mengenai perlakuan perpajakan dan tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor batubara.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 yang berlaku efektif 18 April 2022 ini, ada sejumlah ketentuan baru, antara lain penetapan tarif PNBP bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), yang dikenakan secara berjenjang alias progresif sesuai harga batubara acuan (HBA).

Pemegang IUPK dari PKP2B Generasi I dikenakan tarif PNBP produksi berkisar 14% sampai 28% sesuai HBA. Adapun pemegang IUPK dari PKP2B Generasi I Plus terkena tarif 20% hingga 27% sesuai HBA. Ada lima layer tarif yang mengacu HBA, yakni HBA di bawah US$ 70 per dollar AS; di atas US$ 70 hingga kurang dari US$ 80; di atas US$ 80 hingga kurang dari US$ 90; di atas US$ 90 hingga kurang dari US$ 100; serta di atas US$ 100 per dollar AS. “Bagi IUPK yang diterbitkan sebelum tahun diundangkannya PP ini, maka wajib melaksanakan ketentuan PP 15/2022 dimulai dari 1 Januari 2022,” kata Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, Lana Saria dalam konferensi pers virtual, kemarin.

Adapun untuk IUPK yang diterbitkan bersamaan dengan tahun diundangkannya PP ini, maka pelaksanaan ketentuan dalam PP 15/2022 akan berlaku pada tahun berikutnya terhitung sejak 1 Januari 2023.

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai, PP 15/2022 bakal memberikan tantangan bagi industri pertambangan batubara nasional. Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia mengungkapkan, tantangan bakal timbul dalam kegiatan efisiensi operasional.

Salah satu penyebabnya yakni usia tambang yang sudah cukup tua. “Sebagian besar produksi nasional dari tambang yang usianya sudah cukup tua. Cadangannya makin dalam sehingga beban biaya operasi semakin tinggi,” kata dia kepada KONTAN, Senin (18/4).

Industri batubara juga menjumpai kenaikan biaya operasi seiring kenaikan harga bahan bakar dan alat berat. Mereka pun menghadapi aneka tambahan beban perpajakan. Apalagi pelaku usaha akan terkena pajak karbon. “Kami berharap pemerintah memberikan insentif bagi pelaku usaha agar bisa survive berinvestasi di era transisi energi dan tantangan yang lebih besar ke depan,” ujar Hendra.

Pengenaan tarif baru ini di atas usulan APBI yang mengajukan tarif 14%-20% tergantung harga pasar. Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanagara, Ahmad Redi menilai, implementasi regulasi ini berpotensi mendorong penerimaan negara. “Proyeksi penerimaan negara bisa di atas 25% bahkan 28% dari proyeksi PNBP minerba,” ujar dia.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, kebijakan PNBP dengan tarif berjenjang sudah tepat, mengingat tren harga batubara sedang tinggi. “Negara harus mengambil keuntungan di tengah kenaikan harga batu bara saat ini,” kata dia.

Sumber : Harian Kontan Selasa 19 April 2022 hal 13

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only