Saran Pedagang Kripto untuk Sri Mulyani soal Pajak

Asosiasi dan pedagang aset kripto memberikan masukan teknis mengenai aturan pajak kripto yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) & COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda, mengatakan, salah satu yang mereka sampaikan adalah saat ini PMK 68 belum sepenuhnya meng-cover beragam jenis transaksi aset kripto, sehingga butuh waktu untuk implementasi, dari sisi pengembangan API (Application Programming Interface) dan sosialisasi

Di sisi lain, untuk transaksi B2B, exchanger-to-exchanger, masih belum ada aturannya karena saat ini exchanger tidak berdiri sendiri, karena saling membuka diri sehingga setiap exchanger yang saling bekerja sama punya posisi jual-beli aset kripto yang sama.

Dalam aturan PMK 68 yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani, juga belum dijelaskan untuk pemberian hadiah, seperti campaign rewards, air drops dan lainnya berupa aset kripto apakah dilakukan pemungutan pajak atau tidak.

“Bila tetap dipungut dasarnya apa dan PPN atau PPh final. Begitu pula dengan pertukaran barang/jasa dengan aset kripto,” ujar Manda dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia.

PMK 68, juga dinilai masih memiliki paradigma regulasi stock market yang punyaperbedaan fundamental dengan transaksi crypto market. Perbedaan paradigma transaksi stock market dan kripto ada di lembaga perantara.

Saat ini, industri kripto di Indonesia belum ada lembaga bursa kripto yang bisa menjadi lembaga perantara antar-exchange. Jika bursa kripto terealisasi, pemungutan pajak akan lebih mudah karena semua transaksi akan terpusat.

Di sisi lain, stock market sudah menggunakan konsep seperti itu, dengan melibatkan IDX sebagai lembaga perantara antarsekuritas. Semua transaksi jual-beli saham bisa terpusat di IDX, sehingga pemungutan pajak akan jauh lebih mudah.

Karena bursa kripto di Indonesia belum ada, transaksi jual-beli aset kripto dilakukan langsung antar-exchange. Tanpa bursa, tidak ada lembaga tunggal yang bisa mencatatkan pembukuan PPN dan PPh dalam transaksi multi exchange.

“Dari sisi teknik yang akan diterapkan oleh DJP akan menyulitkan, karena dalam transaksi multi exchange bisa terjadi pemungutan pajak ganda, sehingga bisa merugikan pelanggan maupun exchange nantinya.” pungkasnya

Sumber : cnbc.indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only