DJP Incar WP Pakai Data Rekening dan Poin Ketentuan Baru Faktur Pajak

JAKARTA – Topik tentang pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) kembali hangat sepanjang pekan terakhir. Hal ini sejalan dengan batas akhir PPS yang makin dekat, yakni 30 Juni 2022. Artinya, periode pelaksanaan PPS hanya tersisa 1 bulan lagi.

PPS sendiri sudah berjalan sejak 1 Januari 2022. Per 27 Mei 2022, sudah lebih dari 51.000 wajib pajak memanfaatkan PPS untuk mengungkapkan hartanya yang belum terlaporkan dengan benar. Lebih dari 61.000 surat keterangan juga diterbitkan Ditjen Pajak (DJP) atas keikutsertaan wajib pajak dalam PPS.

Merespons makin dekatnya deadline pelaksanaan PPS, otoritas pun menggencarkan sejumlah jurus untuk meningkatkan kepesertaan wajib pajak. Salah satunya dengan mengirimkan email berisi ajakan untuk mengikuti PPS kepada wajib pajak.

Tak tanggung-tanggung, DJP telah mengirim 1,62 juta email imbauan PPS per akhir Maret 2022. Wajib pajak yang jadi sasaran imbauan juga bukan sembarangan.

DJP memanfaatkan akses data yang dimiliki otoritas atas informasi keuangan wajib pajak, termasuk data rekening bank dan informasi terkait kepemilikan aset.

“Kami mendapatkan data [dan] informasi, di antaranya data rekening keuangan wajib pajak. Data aset yang dimiliki oleh wajib pajak itu yang kami jadikan dasar untuk mengingatkan para masyarakat wajib pajak,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo beberapa waktu lalu.

Wajib pajak yang diketahui memiliki harta dan aset yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan diberikan penawaran untuk memanfaatkan PPS.

Selain mengirimkan email imbauan, DJP juga makin gencar melakukan sosialisasi PPS. Kegiatan sosialisasi menyasar beragam kalangan dan profesi melalui unit vertikal otoritas.

Hingga 27 Mei 2022, nilai harta yang diungkap wajib pajak dalam PPS mencapai Rp103,2 triliun dengan setoran PPh final yang terkumpul Rp10,3 triliun.

Selanjutnya, topik tentang ketentuan terbaru faktur pajak juga menjadi sorotan pembaca. Seperti diketahui, Dirjen Pajak menerbitkan Perdirjen PER-03/PJ/2022 dengan poin-poin aturan yang berlaku sejak 1 April 2022 lalu.

Saat peraturan itu berlaku, sejumlah peraturan dan keputusan direktur jenderal pajak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pertama, PER-58/PJ/2010. Kedua, PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d PER-04/PJ/2020. Ketiga, PER-16/PJ/2014 s.t.d.t.d PER-10/PJ/2020. Kelima, KEP-754/PJ/2001.

“Dengan adanya perbaikan aturan ini, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi PKP (pengusaha kena pajak) dalam membuat dan mengadministrasikan faktur pajak,” tulis Kemenkeu dalam laporan APBN Kita edisi Mei 2022.

Nah, pengusaha kena pajak (PKP) perlu memahami bahwa ada sedikitnya 11 pokok perubahan yang diatur dalam Perdirjen terbaru ini.

Isu tentang PPS memang mendominasi pemberitaan dalam 1 pekan terakhir, meski ada sejumlah topik pemberitaan lainnya. Selain 2 berita di atas, ada sejumlah artikel lain yang menarik untuk dibaca.

Berikut adalah 5 artikel terpopuler dalam sepekan terakhir yang sayang untuk dilewatkan:

1. Dapat Imbauan dari AR, Mending Ikut PPS atau Pembetulan SPT Tahunan?
Wajib pajak bisa memilih mengikuti PPS atau melakukan pembetulan SPT Tahunan atas harta yang belum diungkapkan atau dilaporkan dengan benar. DJP menegaskan bahwa 2 opsi tersebut bebas dipilih oleh wajib pajak.

“Hanya saja, jika tidak mengikuti PPS maka [wajib pajak] tidak akan mendapat manfaat dari PPS,” cuit akun Kring Pajak di Twitter.

Apabila wajib pajak memilih melakukan pembetulan SPT, Pasal 8 UU KUP s.t.t.d. UU HPP mengatur bahwa pembetulan SPT dapat dilakukan selama belum dilakukan pemeriksaan. Dalam hal pembetulan SPT menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa penetapan.

Suryo Utomo juga sempat menyampaikan, wajib pajak yang memilih untuk melakukan pembetulan SPT maka pemeriksaan ke depan dilakukan sesuai dengan ketentuan umum, yaitu atas penghasilan yang pajaknya belum atau kurang dibayar.

“Cuma kalau nanti ketemu enggak ikut PPS, yang kami kenakan bukan atas hartanya, [tetapi atas] penghasilannya,” katanya.

Bila wajib pajak mengikuti PPS, lanjut Suryo, pajak dikenakan atas harta yang dideklarasikan oleh wajib pajak sendiri.

2. Beri Kesempatan Bagi Wajib Pajak Ikut PPS, DJP Tahan SP2DK
Menjelang berakhirnya periode PPS, DJP mengeklaim menahan pengiriman sebagian surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK).

Suryo Utomo mengatakan pengiriman SP2DK ditahan untuk memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk segera mengikuti PPS.

“Kalau boleh kami sampaikan, ada beberapa SP2DK yang kami hold. Ini memberi kesempatan kepada wajib pajak khususnya orang pribadi untuk ikut berpartisipasi dalam PPS,” katanya.

Untuk itu, Suryo kembali mengingatkan kepada wajib pajak khususnya yang memiliki harta di luar negeri untuk segera mengikuti PPS. Melalui PPS, tarif PPh yang perlu dibayar atas harta di luar negeri hanya sebesar 18%.

3. Petugas Pajak Datangi Pengusaha, Cocokkan Data Harta dan Ajak Ikut PPS
Account representative (AR) KPP Pratama Majene, Sulawesi Barat berkunjung langsung ke lokasi usaha seorang wajib pajak di Poros Majene-Mamuju. AR Seksi Pengawasan II KPP Pratama Majene Tri Saddang menyebutkan kunjungan ini dilakukan untuk mengonfirmasi dan mencocokkan data yang dimiliki DJP dengan kondisi di lapangan.

“Wajib pajak yang dikunjungi mengonfirmasi bahwa data harta tersebut adalah benar dan valid,” kata Saddang dilansir pajak.go.id.

Sesuai dengan ketentuan, ujar Saddar, apabila data yang dikonfirmasi benar adanya dan belum dilaporkan secara lengkap dalam SPT Tahunan maka wajib pajak diberikan opsi untuk mengikuti PPS.

4. Ternyata Masih Banyak Peserta Tax Amnesty Belum Ikut PPS, Ini Kata DJP
DJP memperkirakan masih banyak wajib pajak peserta tax amnesty yang belum memanfaatkan PPS.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan kurang lebih ada 970.000 wajib pajak yang ikut tax amnesty pada 2016-2017 lalu. Meski demikian, baru 13.098 wajib pajak yang sudah ikut kebijakan I PPS.

“Kalau lihat data saya pikir masih banyak para peserta tax amnesty yang seharusnya ikut kebijakan I [PPS],” ujar Yoga.

5. DJP Sudah Mulai Lakukan Penelitian Komprehensif atas SPT Tahunan
Otoritas pajak sudah mulai melakukan penelitian kepatuhan materiel atas SPT Tahunan yang telah disampaikan wajib pajak.

Suryo Utomo mengatakan penelitian komprehensif atas SPT Tahunan tersebut dilakukan sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-05/PJ/2022. Nanti, KPP akan melakukan penelitian atas SPT Tahunan, khususnya yang disampaikan wajib pajak strategis.

“Semenjak SPT disampaikan, mesin kami pasti sudah bekerja dan sesuai dengan SE 05 yang kami susun. Proses penelitian secara komprehensif sudah mulai dilakukan,” katanya.

Sumber : DDTCNews

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only