Indonesia Persiapkan Penerapan Nilai Ekonomi Karbon di Sektor Pembangkit Listrik

Indonesia akan menerapkan cap-trade-tax dan offset untuk pembangkit listrik berbahan bakar batubara pada Juli 2022.

Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca serta mengarah pada pembangunan rendah karbon sebagai salah satu strategi menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.

Komitmen ini dibarengi dengan peningkatan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT), efisiensi energi, penggunaan bahan bakar rendah karbon, serta penggunaan teknologi pembangkit bersih, termasuk melalui pengembangan kendaraan listrik dan kendaraan berbasis biofuel.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, melalui skema tersebut, pembangkit listrik tenaga batubara dengan proses yang tidak efisien atau emisi yang lebih tinggi dari batas atas akan dikenakan biaya tambahan.

“Indonesia sedang dalam proses persiapan penerapan instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Instrumen NEK pada dasarnya memberi harga pada emisi karbon yang dihasilkan dari berbagai kegiatan produksi maupun jasa,” tutur Airlangga dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/6).

Airlangga  bilang, penerapan NEK diharapkan dapat mendorong industri untuk lebih sadar lingkungan dan juga mengurangi emisi Gas Rumah Kaca pada batas tertentu. 

Di sisi lain, instrumen NEK berperan sebagai instrumen pendanaan alternatif untuk mencapai target perubahan iklim Indonesia, baik Nationally Determined Contribution 2030 maupun Net Zero Emission 2060.

Untuk mendukung NEK, Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Perpres Nomor 98 tahun 2021.

Perpres tersebut menjadi dasar penerapan berbagai instrumen NEK seperti Emission Trading System, Offset Crediting, dan Result Based Payment. Di level teknis, saat ini Pemerintah sedang menyelesaikan peraturan turunan Perpres tersebut.

“Indonesia mencoba membuka inovasi dengan cap-trade-tax di sektor pembangkit tenaga listrik, namun bisa juga menggunakan mekanisme lain yang lebih efisien, efektif dan inovatif. Oleh karena itu, pertukaran informasi dan pengalaman, serta peningkatan kapasitas SDM dan teknologi, menjadi hal utama dalam mewujudkan reformasi Nilai Ekonomi Karbon yang lebih baik,” kata Airlangga.

Lebih lanjut, menurutnya pada tahun 2021 pemerintah telah merintis skema voluntary cap and trade, dan offset crediting, yang melibatkan beberapa produsen listrik baik milik Pemerintah maupun swasta.

Selain itu, secara pararel Pemerintah telah bekerja sama dengan berbagai lembaga internasional dalam melakukan penjajakan dan kajian pengembangan kebijakan-kebijakan dan skema perdagangan karbon melalui Internationally Traded Mitigation Outcomes (ITMOs).

Airlangga mengatakan, penggunaan bahan bakar yang lebih bersih dan ramah lingkungan serta pengembangan NEK di pasar dalam negeri maupun internasional ini adalah hal yang sangat penting dan Komunike G20 adalah kesempatan kita untuk menyampaikan kebijakan prioritas yang terkait dengan masyarakat global. 

Sumber: kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only