Seluk Beluk Bukti Potong yang Harus Dipahami Wajib Pajak

Indonesia memang menganut self assessment dalam sistem perpajakkannya. Namun, ada beberapa jenis pajak penghasilan (PPh) yang pelunasannya dilakukan melalui pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain. Ini disebut sebagai mekanisme withholding tax.

Apabila pelunasan PPh dilakukan melalui pemotongan atau pemungutan, pihak pemotong harus membuat bukti pemotongan. Selanjutnya, bukti tersebut harus diberikan kepada pihak yang dipotong dan/atau pihak yang dipungut. Dokumen inilah, yang disebut sebagai “Bukti Potong”.

Dari sisi subjek pajak yang dipotong, bukti potong merupakan formulir yang diterima dari pemotong pajak, untuk digunakan sebagai bukti bahwa penghasilannya telah dipotong oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pihak yang memotong, untuk pajak.

Sementara, dari sisi subjek pemotongnya, bukti potong adalah dokumen yang telah dibuat sebagai bukti, bahwa pihaknya sebagai wajib pajak berstatus PKP sudah memenuhi kewajibannya, yakni memungut dan menyetorkan pajaknya ke kas negara.

Pengertian dan Sujek Bukti Potong

Bukti potong adalah dokumen, yang berupa formulir atau dokumen lain yang dipersamakan dan dibuat oleh pemotong atau pemungut PPh. Formulir atau dokumen tersebut, dibuat sebagai bukti atas pemungutan PPh yang telah dilakukan. Selain itu, dokumen ini juga menunjukkan besaran PPh yang telah dipotong atau dipungut.

Merujuk pada UU PPh, bukti potong dibuat oleh pemberi kerja baik pribadi maupun badan usaha, PKP, dan bendahara pemerintah pusat maupun daerah. Sementara, subjek yang dipotong penghasilannya dan menerima bukti potong antara lain:

10 Interesting Facts About Earth’s Oceans :

  1. Orang pribadi, termasuk jenis subjek pajak dari warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
  2. Badan, yang merupakan subjek pajak dalam bentuk badan usaha atau perusahaan.
  3. Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang merupakan subjek pajak di mana perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Bukti potong PPh telah diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1983, yang mana sudah melalui banyak perubahan, antara lain:

  1. Perubahan Pertama: UU No. 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Pertama Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  2. Perubahan Kedua: UU No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  3. Perubahan Ketiga: UU No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  4. Perubahan Keempat: UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Fungsi Bukti Potong

Mengutip hipajak.id, bukti potong formulir atau dokumen yang membuktikan jika wajib pajak secara sah sudah melunasi pajak yang terutang. Wajib pajak sangat dianjurkan untuk menyimpan bukti pemotongan/pemungutan yang telah diterima dengan baik.

Selain berfungsi sebagai bukti pembayaran, PPh dalam bukti potong tersebut dapat menjadi kredit pajak bagi pihak yang dipotong/dipungut apabila penghasilan dikenakan pajak tidak final. Namun, jika dikenakan pajak final, dokumen tersebut dapat menjadi bukti pelunasan PPh.

Selain itu, bukti potong juga menjadi dokumen pelengkap yang harus dilampirkan pada saat melaporkan SPT pajak tahunan. Sebagai dokumen pelengkap, bukti tersebut akan digunakan untuk mengecek kebenaran atas jumlah pajak yang telah dibayar dan dilaporkan.

Bukti potong dapat juga digunakan untuk mengawasi atau mengecek kebenaran pajak yang sudah dipotong/dipungut, dan telah dibayarkan ke kas negara oleh pemberi kerja atau pihak pemotong/pemungut lain.

Jenis Bukti Potong

Terdapat lima jenis bukti potong yang diserahkan kepada wajib pajak, baik pribadi maupun badan, oleh wajib pajak yang melakukan pemotongan atas beberapa jenis penghasilan.

  1. Bukti pemotong PPh Pasal 21/Pasal 26

Bukti pemotongan ini digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap, diantaranya seperti tenaga ahli, bukan pegawai, dan peserta kegiatan. Formulirnya menggunakan formulir Formulir 1721-VI.

2. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final

Bukti potong yang menggunakan formulir 1721-VII ini, digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final seperti PPh Pasal 21 atas pesangon atau honorarium yang diterima PNS yang dananya berasal dari APBN atau APBD.

3. Bukti pemotongan PPh Pasal 21

Formulir ini digunakan untuk pegawai tetap atau penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala. Bukti potongnya menggunakan formulir 1721-A1.

4. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

Bukti potong yang menggunakan formulir 1721-A2 ini, digunakan bagi pegawai negeri sipil atau anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), atau pejabat negara atau pensiunannya.

5. Bukti Pemotongan PPh Pasal 22

Bukti pemotongan pajak penghasilan ini dipungut oleh bendahara pemerintah pusat dan daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga negara lainnya terkait pembayaran atas penyerahan barang.

Sumber: Katadata.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only