Siap-Siap Fasilitas Mewah Kena Pajak Penghasilan

Direktur Jenderal Pajak masih menyiapkan aturan pelaksana pemungutan pajak natura

JAKARTA. Masyarakat harus mempersiapkan diri untuk mendapatkan tagihan pajak baru, dari petugas pajak. Fasilitas kemewahan yang diberikan oleh perusahaan tempat Anda bekerja atau perusahaan yang Anda miliki, dalam waktu dekat akan dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh).

Saat ini pemerintah masih menyiapkan tata cara pemungutan pajak atas fasilitas kemewahan yang diterima oleh wajib pajak atau sering disebut dengan pajak natura ini dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PPP). PP ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menjelaskan, saat ini Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mengatur pajak natura masih dalam proses diundangkan. Ia menegaskan aturan baru ini akan segera terbit dan diterapkan. “Mudah mudahan sebentar lagi terbit,” kata Yon Selasa (7/6).

Sebagai gambaran pada Pasal 4 UU HPP menyebutkan bahwa natura menjadi objek PPh karena dianggap menjadi tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Selain itu, fasilitas kantor juga dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.

Meskipun sudah pada tahap untuk diundangkan atau sudah selesai pembahasan di internal pemerintah, Yon Asral masih menutup rapat bagaimana detail aturan pajak yang baru itu. Misalnya apa saja jenis fasilitas natura yang akan dikenai pajak, maupun batasan nilai natura yang akan dikenai pajak.

Hanya saja, sebelumnya Yon memberikan contoh, fasilitas kantor yang bakal kena pajak misalnya rumah dinas dan kendaraan dinas dari kantor. Nantinya, pegawai, manajemen dan pemilik yang menerima fasilitas maupun perusahaan yang memberikan fasilitas sama-sama dikenai pajak.

Jika karyawan atau pimpinan perusahaan bahkan pemilik mendapatkan fasilitas rumah dari perusahaan, kantor pajak akan menghitung berapa tarif kalau menyewa rumah sejenis. Setelah dihitung dengan nilai uang, maka akan dimasukkan dalam penghasilan bulanan sehingga wajib dikenai pajak penghasilan dengan tarif sesuai kelompok penghasilan wajib pajak.

Keadilan Perpajakan

Peneliti Perpajakan Fajry Akbar memperkirakan, penerapan pajak natura ini berpotensi menambah penerimaan pajak sekitar Rp 1,57 triliun dalam setahun.

Meski begitu, menurutnya kebijakan penerapan pajak natura ini tidak bisa dianggap sebagai kebijakan untuk menambah penerimaan negara. Ia menilai kebijakan ini bertujuan lebih pada upaya menciptakan keadilan, yakni orang yang memiliki kemampuan lebih maka wajib membayar pajak lebih besar.

Apalagi selama ini, kelompok wajib pajak berpenghasilan tinggi, yang biasanya justru menggunakan modus fasilitas natura seperti ini untuk menghindari atau mengurangi pengenaan tarif pajak secara progresif.

Misalnya saja dengan tujuan mengatasi praktik penghindaran tarif Pajak Penghasilan orang pribadi (PPh OP) yang progresif dan kemudian dibebankan pada tingkat perusahaan yang dikenakan tarif lebih rendah. Jadi, pajak atas natura dikenakan bagi mereka yang berpenghasilan tinggi, layer tarif PPh OP 25% ke atas lebih besar dari tarif PPh Badan, Namun secara teknis memang sulit,” katanya, (7/6).

Sementara perkiraan Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono penerimaan dari pajak natura bisa mencapai Rp 17,57 triliun. Ia mengasumsikan imbalan natura setara dengan tarif 10% dari potensi penerimaan PPh 21 sepanjang tahun.

Sementara pemungutan pajak natura ini hendaknya diserahkan kepada pemberi kerja atau perusahaan sehingga memudahkan penerima.

Sumber : Harian Kontan Rabu 08 Juni 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only