Tidak Semua Pemilik NIK Bakal Wajib Bayar Pajak, Ini Kata Pemerintah

JAKARTA, Kementerian Keuangan menegaskan kembali mengenai implikasi pengenaan pajak ketika Nomor Induk Kependudukan (NIK) dipakai sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (29/6/2022).

Dalam laporan APBN Kita edisi Juni 2022, Kementerian Keuangan mengatakan penggunaan NIK sebagai NPWP mulai diterapkan pada tahun depan. Pemberlakuan tersebut bersamaan dengan implementasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (coretax system).

“Pemilik NIK yang wajib membayar pajak adalah mereka yang NIK-nya sudah diaktivasi. NIK akan diaktivasi jika pemilik NIK memiliki syarat subjektif dan objektif,” tulis Kementerian Keuangan dalam laporan tersebut, dikutip pada Selasa (28/6/2022).

Dengan demikian, pengenaan pajak tidak dilakukan kepada semua pemilik NIK. Pasalnya, NIK akan diaktivasi sebagai NPWP ketika beberapa syarat kumulatif terpenuhi. Pemilik NIK harus sudah memenuhi syarat subjektif, yaitu sudah berusia 18 tahun.

Kemudian, pemilik NIK juga harus memenuhi syarat objektif, yaitu berpenghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Rp54 juta setahun untuk status belum menikah dan tidak ada tanggungan (TK/0) atau merupakan wajib pajak orang pribadi pelaku UMKM beromzet di atas Rp500 juta setahun.

Selain penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi, ada pula bahasan tentang pendahuluan RAPBN 2023. Pemerintah dan Badan Anggaran DPR sepakat mematok penerimaan perpajakan pada tahun depan akan berada pada kisaran 9,3% hingga 10% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Peraturan Teknis Penggunaan NIK Sebagai NPWP

Untuk masyarakat yang sudah memiliki NPWP, pemerintah akan secara bertahap memberikan pemberitahuan tentang penggantian nomor indentitas perpajakannya dengan NIK. Sementara untuk masyarakat yang belum ber-NPWP, ketika mendaftarkan diri akan langsung diarahkan menggunakan NIK.

“Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang menggodok peraturan teknisnya,” imbuh Kementerian Keuangan.

Satu Data Indonesia

Tak bisa dimungkiri, penerapan NIK sebagai NPWP juga mendukung kebijakan satu data Indonesia yang sedang diaplikasikan oleh pemerintah pada banyak aspek pelayanan. Dengan ini, DJP mendapatkan basis data perpajakan yang luas serta akurat.

Penggunaan NIK sebagai NPWP juga membuat Indonesia menyusul negara-negara maju lainnya, seperti Swedia dan Amerika Serikat. Di negara-negara maju, penerapan single identity number sudah menjadi kebutuhan dan diterapkan sejak lama.

“Masyarakat cukup menggunakan satu nomor untuk mengurus segala hal. Penerapan NIK dan NPWP menjadi langkah maju menuju satu data Indonesia,” tulis Kementerian Keuangan. (DDTCNews)

Kesepakatan atas Kisaran Target Penerimaan Perpajakan

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan kesepakatan atas kisaran target penerimaan perpajakan pada 2023 telah mempertimbangkan berbagai perkembangan asumsi makroekonomi dan baseline pada tahun ini.

Insyaallah berada dalam range yang dapat direalisasikan,” ujarnya. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

Upaya Amankan Penerimaan Perpajakan

Partner DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan pemerintah perlu mengoptimalkan beberapa strategi untuk mengamankan penerimaan perpajakan pada tahun depan. Salah satu upaya yang dapat dioptimalkan adalah ekstensifikasi berbasis kewilayahan.

Selain itu, pemerintah juga dapat mengoptimalkan compliance risk management (CRM) dan pengawasan pasca-PPS. Selain itu, pemerintah juga dapat meningkatkan kepatuhan dari wajib pajak kelompok high net worh individuals (HNWI).

“Hal tersebut juga sudah menjadi agenda dan dipersiapkan oleh Ditjen Pajak, sehingga bisa dieksekusi secara langsung,” katanya. (Bisnis Indonesia)

Restitusi Pajak

Pemerintah mencatat realisasi restitusi pajak pada Mei 2022 mengalami penurunan sebesar 41,4% secara tahunan. Laporan APBN Kita edisi Juni 2022 menyebut restitusi pajak pada Mei 2022 hanya senilai Rp6,64 triliun atau turun signifikan dari realisasi pada Mei 2021 senilai Rp11,34 triliun.

“Penurunan restitusi tersebut utamanya berasal dari jenis pajak PPh badan yang mengalami penurunan restitusi dengan laju penurunan mencapai 41,45% (yoy),” bunyi laporan APBN Kita.

Partner DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji berpendapat penurunan restitusi pajak per Mei 2022 lebih menggambarkan pembayaran pajak mengalami penurunan pada tahun lalu karena terpengaruh pandemi Covid-19. Restitusi diperkirakan akan kembali meningkat pada saat mendekati kuartal IV.

Sumber: DDTCNews

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only