Setelah PPS Berakhir, Ini Harapan Pelaku Usaha Sebagai Wajib Pajak

JAKARTA, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berharap adanya rasa saling percaya (trust) antara wajib pajak dan pemerintah pascapelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (5/7/2022).

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani berharap pascapelaksanaan PPS, wajib pajak dapat menghitung pajak yang terutang secara akurat. Pada saat bersamaan, Ditjen Pajak (DJP) dapat lebih profesional dalam menjalankan tugasnya.

“Dari pihak fiskus juga menjalankan tugasnya dengan profesional, artinya tidak mencari-cari kesalahan karena target dari institusinya, sehingga nantinya malah menyulitkan wajib pajak,” ujarnya.

Seperti diketahui, total peserta PPS sebanyak 247.918 wajib pajak, dengan 82.456 surat keterangan dari kebijakan I dan 225.603 surat keterangan dari kebijakan II. Total harta bersih yang diungkap senilai Rp594,82 triliun

Selain mengenai harapan pelaku usaha setelah PPS berakhir pada 30 Juni 2022, ada pula bahasan terkait dengan implementasi pajak karbon. Ada pula ulasan mengenai permintaan pelaku usaha agar pemerintah masih bisa memberikan insentif pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Penyusunan Regulasi Pajak

Pasca-PPS., Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani berharap pemerintah tetap melibatkan para pemangku kepentingan termasuk pelaku usaha dalam merancang regulasi. Masukan stakeholder diperlukan, sehingga tidak semata-mata untuk mengintensifkan penerimaan pajak.

“Regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah itu adalah yang dapat diimplementasikan dengan baik dan didukung penuh dunia usaha dan juga masyarakat pada umumnya,” ujar Hariyadi.

Pajak Karbon

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan situasi geopolitik yang serba tidak pasti mengharuskan pemerintah lebih berhati-hati dalam menerapkan pajak karbon. Meski ditunda, pajak karbon direncanakan tetap dimulai pada 2022.

Menurutnya, pemerintah saat ini tengah melakukan berbagai persiapan untuk mendukung penerapan pajak karbon. Misal, pembentukan pasar karbon. Selain itu, pemerintah juga masih menyusun aturan pelaksana yang diperlukan dalam implementasi pajak karbon.

Insentif Pajak

Wakil Ketua Apindo Shinta W Kamdani mengatakan para pelaku usaha tetap membutuhkan dukungan di tengah situasi sulit sekarang ini. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk tetap melanjutkan pemberian insentif perpajakan.

“Kita membutuhkan juga insentif yang dibutuhkan pelaku untuk bisa meningkatkan kinerjanya terutama di situasi sulit saat ini. Walaupun Indonesia dalam kondisi yang jauh lebih baik dari banyak negara di dunia, tetap sangat berdampak juga bagi para pelaku,” ujarnya.

Dokumen Tertentu yang Dipersamakan dengan Faktur Pajak

Akun Twitter contact center DJP, Kring Pajak, menjelaskan ketentuan alamat pembeli pada faktur pajak yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022 hanya berlaku untuk faktur pajak yang dibuat pengusaha kena pajak (PKP) melalui aplikasi e-faktur.

“Ketentuan dalam Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022 hanya berlaku untuk faktur pajak yang dibuat oleh PKP (faktur pajak keluaran yang dibuat melalui aplikasi e-faktur), sehingga untuk dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak tidak mengikuti ketentuan ini,” tulis Kring Pajak. Simak ‘Aturan e-Faktur Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022 Tak Berlaku untuk Ini’.

Revisi UU Cipta Kerja

Setelah merevisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) melalui UU 13/2022, pemerintah juga akan merevisi UU Cipta Kerja sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2022.

Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Elen Setiadi mengatakan perbaikan atas UU Cipta Kerja diperlukan agar undang-undang tersebut memenuhi asas-asas pembentukan undang-undang.

Penerimaan Cukai

Berdasarkan Perpres 98/2022, target penerimaan cukai naik 7,9% dari Rp203,92 triliun menjadi Rp220 triliun. Angka itu terdiri atas cukai hasil tembakau Rp209,9 triliun, etil alkohol Rp130 miliar, MMEA Rp6,86 triliun, produk plastik Rp1,9 triliun, dan MBDK Rp1,19 triliun.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) akan melakukan berbagai upaya optimalisasi penerimaan meski rencana ekstensifikasi barang kena cukai pada produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) belum terlaksana.

Menurutnya, optimalisasi penerimaan bakal dilakukan terhadap cukai hasil tembakau (CHT) dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA). “Iya, [optimalisasi penerimaan pada] MMEA dan CHT. Insyaallah di atas [target],” katanya.

Tarif Bunga Dasar Penghitungan Sanksi Administrasi

Tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga periode 1 Juli 2022 – 31 Juli 2022 tercatat sama seperti tarif pada bulan sebelumnya. Tarif bunga ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.32/KM.10/2022.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only