Coretax System DJP, Pemeriksaan Didahulukan untuk Wajib Pajak Ini

JAKARTA. Pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax system akan mengubah model pengawasan dan pemeriksaan yang dijalankan Ditjen Pajak (DJP). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (13/7/2022).

Staf Ahli Menkeu Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan pembaruan coretax system akan memperkuat basis data dan informasi perpajakan. Dengan pembaruan tersebut, DJP akan memprioritaskan pengawasan dan pemeriksaan terhadap wajib pajak berisiko tinggi.

“Nanti by sistem mereka [wajib pajak] yang berisiko tinggi yang duluan kita lakukan pengawasan dan pemeriksaan,” katanya, dikutip dari video yang diunggah akun Youtube Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan.

Nufransa mengatakan sejalan dengan pembaruan coretax system, DJP juga sudah menggunakan compliance risk management (CRM). Dengan demikian, profil risiko dari wajib pajak dapat diidentifikasi dengan baik.

Selain rencana pengawasan dan pemeriksaan pajak setelah adanya pembaruan coretax system, ada pula bahasan terkait dengan terbitnya SE-20/PJ/2022 yang berisi tentang pendaftaran dan pemberian NPWP serta pengenaan PPh bagi perseroan perorangan.

Pemeriksaan Pajak Lebih Efektif

Staf Ahli Menkeu Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan selama ini, pemeriksaan biasanya didahulukan untuk wajib pajak yang lebih bayar dan mengajukan restitusi. Pada akhirnya wajib pajak dengan profil kepatuhan berisiko tinggi justru belum tersentuh oleh pemeriksa.

“Jadi [dengan pembaruan coretax system, pemeriksaan] lebih efektif,” kata Nufransa.

Pendaftaran NPWP bagi Perseroan Perorangan

Dalam SE-20/PJ/2022, wajib pajak perseroan perorangan dipandang sebagai subjek pajak badan Untuk mendapatkan NPWP, permohonan harus dilampiri sertifikat pendaftaran secara elektronik yang diterbitkan oleh Kemenkumham dan fotokopi NPWP pengurus badan.

Pendaftaran untuk memperoleh NPWP diajukan secara elektronik melalui ptp.ahu.go.id atau melalui ereg.pajak.go.id bila penerbitan NPWP tidak dapat dilakukan melalui ptp.ahu.go.id.

Penundaan Penandatanganan MLC Pilar 1

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memutuskan untuk menunda penandatanganan multilateral convention (MLC) Pilar 1: Unified Approach. Sekjen OECD Mathias Cormann mengatakan perancangan MLC ditargetkan selesai pada pertengahan 2023 dan mulai berlaku (entry into force) pada 2024.

Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan teknis penentuan asal penghasilan (revenue sourcing rules), isu kepastian hukum bila ada sengketa penerapan Pilar 1 (tax certainty), dan Amount B Pilar 1 memang masih belum selesai dibahas.

“Pembahasannya pun masih baru di tahap awal. Masih membutuhkan waktu untuk bisa dipahami dan disepakati,” katanya.

Penentuan Hak Pemajakan

Partner Tax Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan mundurnya penandatanganan MLC Pilar 1 lebih disebabkan oleh faktor belum sepakatnya negara-negara atas beberapa hal teknis, seperti revenue sourcing rule dan isu tax certainty.

Dari sisi negara, adanya penundaan tersebut bisa berdampak positif selama negosiasi revenue sourcing tetap menjamin indikator yang digunakan untuk menentukan hak pemajakan berpihak bagi market jurisdiction, seperti Indonesia.

Namun demikian, penundaan tersebut juga bisa dapat diartikan sebagai tertundanya potensi penerimaan bagi Indonesia. Apalagi menurut estimasi OECD dan G-20, negara middle income, seperti Indonesia, dapat memperoleh tambahan sekitar 0.75% dari penerimaan PPh badan yang sudah ada.

Simposium Pajak

Forum G-20 di bawah presidensi Indonesia akan menyelenggarakan Ministerial Tax Symposium pada 14 Juli 2022. Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan pertemuan level menteri tersebut akan membahas beragam tantangan penerimaan pajak pada masa yang akan datang dan desain kebijakan setelah diterapkannya solusi 2 pilar.

“Bagaimana model untuk tax policy dalam landscape perpajakan internasional yang sudah berubah terutama akibat penerapan Pilar 1 dan Pilar 2,” katanya.

Menu Download Surat Keterangan PPS

DJP berencana menghadirkan kembali fitur layanan pengunduhan (download) Surat Keterangan keikutsertaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) di laman DJP Online. Kebijakan ini diambil otoritas untuk merespons masih banyaknya wajib pajak peserta PPS yang belum sempat mengunduh Surat Keterangan.

“Mohon kesediaannya menunggu ya. Menu tersebut [pengunduhan Suket PPS] akan dimunculkan kembali di DJP Online,” tulis akun Twitter @kring_pajak.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only