Transaksi Kripto Berdampak ke Penerimaan Pajak, Kemendag Siapkan Ini

JAKARTA. Keberadaan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) beserta aturan turunannya membuat transaksi aset kripto di Indonesia berdampak ke penerimaan negara. Landasan hukum ini sekaligus memberikan kepastian bagi investor dan pemilik aset kripto baik dari dalam atau luar negeri.

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan semua perusahaan dapat bergabung dalam pasar kripto sepanjang tidak mengabaikan aspek keterlacakan dan keamanan. Dia menegaskan bahwa pemerintah selalu terbuka terhadap perusahaan, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk bergabung ke dalam pasar aset kripto yang tengah berkembang di Indonesia.

“Pemerintah Indonesia tengah dalam proses mendirikan bursa aset kripto, lembaga kliring, dan kustodian untuk mendukung ekosistem aset kripto Indonesia,” katanya dalam World Blockchain Summit 2022 di Singapura, dikutip pada Senin (18/7/2022).

Jerry mengatakan pemerintah akan terus memantau perkembangan nilai transaksi dan nasabah di pasar kripto untuk memastikan perdagangan aset kripto di Indonesia tetap berada pada koridor yang benar.

Dia menjelaskan aset kripto Indonesia dikategorikan sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) juga telah mengeluarkan peraturan terbaru untuk mengakomodasi perdagangan fisik aset kripto di Indonesia.

Melalui Peraturan Bappebti 8/2021, pemerintah mengatur pedoman pelaksanaan perdagangan fisik aset kripto di bursa berjangka. Kelengkapan pengaturan teknis terkait berupa masukan dari kementerian/lembaga lain juga diakomodasi dalam peraturan Bappebti, yang mencakup mekanis meperdagangan fisik aset kripto.

Jerry menyebut peraturan-peraturan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat seperti meningkatkan penanaman modal dalam negeri atau mencegah arus keluar modal; memberikan perlindungan kepada konsumen dan kepastian usaha; mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme; serta membuka lowongan di bidang teknologi informasi. Selain itu, dia berharap pengaturan itu dapat memberikan manfaat bagi negara melalui penerimaan perpajakan.

Pemerintah telah menerbitkan PMK 68/2022 yang mengatur pengenaan PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto mulai 1 Mei 2022. Atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 1% dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11%.

Apabila perdagangan tidak dilakukan pedagang fisik aset kripto, maka besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 2% dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22%.

Sementara itu, penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang PPh. Penjual dikenai PPh Pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1%.

PPh Pasal 22 bersifat final tersebut dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh penyelenggara perdagangan. Apabila penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2%.

Jerry menambahkan nilai transaksi dan jumlah pelanggan aset kripto di Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Pada 2021, total nilai transaksi aset kripto mencapai Rp859,4 triliun atau tumbuh 1.224% dari 2020 yang tercatat senilai Rp64,9 triliun.

“Transaksi aset kripto mengalami kontraksi sejalan dengan tekanan ekonomi global yang terimbas konflik Rusia-Ukraina. Meski demikian, baik pelaku aset kripto maupun pemerintah Indonesia sangat optimistis mengenai masa depan aset kripto,” ujarnya.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only