Terjepit Sejumlah Sentimen Memberatkan, Begini Rekomendasi Saham Emiten Properti

Sektor properti berpotensi tertubruk oleh tekanan yang bertubi-tubi pada sisa tahun ini. Mulai dari lonjakan harga bahan baku bangunan hingga potensi kenaikan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI).

Selain itu, stimulus dari pemerintah berupa insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) juga akan berakhir pada bulan September nanti. IDX properti dan real estate juga sudah merosot 14,29% secara year to date.

Lalu, bagaimana nasib pergerakan saham emiten properti ke depannya?

Menimbang kinerja marketing sales rata-rata emiten properti hingga kuartal pertama 2022 dan beberapa emiten yang sudah merilis hasil di semester pertama, Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei memandang bahwa pertumbuhan di tahun ini berpotensi untuk stagnan. 

Sekalipun tumbuh, levelnya cenderung terbatas di single digit.

“Hal ini juga karena high base effect, efek basis yang tinggi pada tahun 2021 saat kinerja marketing sales melonjak dari tahun 2020,” kata Jono saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (18/7). 

“Sehingga cenderung kurang dijadikan pilihan utama oleh big money seperti reksadana indeks, karena bobot yang kecil,” imbuh Jono.

Analis Samuel Sekuritas Olivia Laura menambahkan, banyak investor yang belum tertarik melirik saham properti lantaran sensitif terhadap kenaikan tingkat suku bunga. Apalagi dengan potensi BI menaikkan suku bunga jika inflasi terus melonjak.

“Kalau suku bunga naik, otomatis suku bunga KPR juga naik yang akan berpengaruh terhadap penjualan emiten-emiten properti,” kata Olivia.

Di tengah tekanan yang mengadang, Analis Sucor Sekuritas Benyamin Mikael punya catatan bagi sektor properti dengan simulasi kenaikan tingkat suku bunga pada level 50 basis poin (bps) hingga 100 bps pada tahun ini. Jika kenaikan berada di tingkat 50 bps, dampaknya ditaksir tidak begitu signifikan.

Sedangkan jika naik hingga ke 100 bps, dampaknya akan terasa meski secara bertahap. Sebab, pada semester kedua ini masih ramai emiten properti yang meluncurkan proyek-proyek baru. Sehingga untuk tahun ini dampak dari berakhirnya insentif PPN, kenaikan harga bahan bangunan dan suku bunga terhadap marketing sales masih bisa diredam.

Menurut Benyamin, emiten yang akan tahan banting adalah pengembang properti yang memiliki kontribusi bisnis solid dari pendapatan berulang (recurring income) dan yang punya portofolio produk properti baru untuk dipasarkan.

“Selain itu emiten industrial estate juga seharusnya akan tetap resilient mengingat adanya turn around di marketing sales karena aktivitas ekonomi yang sudah mulai berjalan kembali,” ujar Benyamin.

Rekomendasi Benyamin, pelaku pasar masih bisa melirik saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dengan target harga (TP) Rp 1.200 dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dengan TP Rp 650 hingga akhir tahun 2022.

Di jajaran emiten kawasan industri, Benyamin menjagokan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) dengan TP di Rp 680, PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST) untuk TP Rp 190 dan PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) dengan TP di Rp 205.

Sumber : msn.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only