PPN DTP Dinilai Bisa Jadi Solusi Jangka Pendek untuk Tekan Angka Backlog Perumahan

Insentif fiskal seperti Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) yang diberlakukan pemerintah saat ini dinilai sangat efektif dan menjadi solusi jangka pendek dalam menstimulasi sektor properti guna menekan tingginya angka kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan (backlog) rumah.

Saat ini Indonesia masih diliputi persoalan kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan perumahan (backlog) di tengah peningkatan inflasi yang menjadi tantangan proses pemulihan ekonomi pada 2022.

Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady Lippo Group mengatakan perpanjangan pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) menjadi langkah strategis untuk jangka pendek, dalam upaya mengurangi persoalan backlog di tengah peningkatan inflasi yang menjadi tantangan proses pemulihan ekonomi tahun ini.

“Peningkatan inflasi menjadi tantangan proses pemulihan ekonomi. Bahkan diperkirakan masih akan mengalami peningkatan karena dipicu kenaikan harga BBM, listrik, dan gas LPG, seiring tingginya harga komoditas global. Pemberian insentif fiskal seperti PPN DTP terbukti sangat efektif menstimulasi sektor properti sejak awal tahun diberlakukan,” jelas John dalam keterangan tertulis, Senin (18/7/2022).

Program PPN DTP yang berlangsung selama sembilan bulan sejak awal tahun, sebagaimana diatur dalam PMK No.6/2022, terbukti mendorong sektor properti mulai menggeliat. Dari informasi yang ada, PPN DTP dapat mendongkrak nilai penjualan properti hunian sebesar 20 persen atau senilai Rp110 triliun pada tahun ini dibandingkan kinerja tahun lalu.

Menurut John, di tengah ancaman inflasi dan tergerusnya daya beli, insentif PPN DTP menjadi salah satu bantalan bagi konsumen maupun produsen.

“Karena sektor properti dapat menjadi mesin untuk menjaga kelangsungan dampak ekonomi dari kenaikan harga komoditas. Dimana aliran capital inflow ke sektor properti dapat berdampak ganda bagi 174 sub-sektor lainnya.”

Sementara itu, Survei Susenas 2020 menyebutkan, tingkat backlog perumahan mencapai 12,75 juta per tahun.  Angka itu menambah kondisi backlog eksisting yang telah mencapai 7 juta serta penambahan keluarga baru yang mencapai 640.000 per tahun. Tidak heran, Indonesia semakin dihadapkan persoalan perumahan yang kian berat. Bahkan, dari data Kementerian PUPR, terdapat 31 persen dari jumlah penduduk belum memiliki hunian.

Di sisi lain, John mendukung rencana Menteri Keuangan yang menyusun program sekuritisasi aset properti guna memperlancar likuiditas kredit perumahan, sebagai upaya untuk menopang produksi properti maupun penyerapan pasar dan mengurangi backlog.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani di sela kegiatan “Road to G20-Serutization Summit 2022” menyatakan saat ini terdapat problem yang memberatkan masyarakat untuk memiliki aset properti, mulai dari tren kenaikan suku bunga, hingga inflasi. Program sekuritisasi aset untuk properti menjadi salah satu cara agar problem serapan pasar dan likuiditas industri properti bisa optimal.

“Aset di sini yaitu mortgage bukan rumahnya, namun cicilan tiap bulannya itu yang kemudian bisa di package dan dibentuk dalam bentuk security baru surat berharga baru yang kemudian bisa dibeli oleh investor,” ungkapnya.

Menurut John, secara konsep sekuritisasi aset merupakan program ideal untuk jangka panjang, dan program tersebut harus ditunjang dengan langkah jangka pendek di tengah ancaman inflasi seperti sekarang lewat insentif fiskal.

“Strategi sekuritisasi aset tersebut akan memakan waktu yang tak sebentar untuk mempersiapkan infrastruktur guna menjalankan proses sekuritisasi aset yang aman dan transparan,” tutup John.

Sumber : tribunnews.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only