Wajib Pajak Perlu Tahu, Tindakan DJP Bakal Tergantung Data Risiko Anda

Ditjen Pajak (DJP) terus mengembangkan big data analytics sebagai salah sarana untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara berkelanjutan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (4/8/2022).

Direktur Data dan Infomasi Perpajakan Dasto Ledyanto mengatakan pengembangan big data analytics (BDA) di DJP ditandai dengan diluncurkannya compliance risk management (CRM) dan business intelligence (BI).

“Keberadaan CRM dan BI diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara berkelanjutan melalui pemberian treatment yang tepat bagi wajib pajak sesuai tingkat risikonya,” ujar Dasto, dikutip dari buku CRM-BI Langkah Awal Menuju Data Driven Organization.

Dasto mengatakan wajib pajak akan diperlakukan sesuai dengan tingkat risikonya, sehingga upaya yang dilakukan DJP diharapkan dapat lebih efisien dan efektif. Hal ini merupakan penerapan dari data driven decision making.

“Di mana keputusan dan tindakan yang dipilih dalam membina wajib pajak seluruhnya didasarkan pada data (data risiko wajib pajak),” imbuh Dasto.

Selain mengenai CRM dan BI, ada pula bahasan terkait dengan pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Ada pula bahasan terkait dengan kebijakan bea dan cukai.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Kolaborasi di Internal DJP

Direktur Data dan Infomasi Perpajakan Dasto Ledyanto mengatakan penerapan data driven decision making – untuk mendukung DJP untuk menjadi data driven organization – memerlukan adanya kolaborasi, terutama di dalam internal otoritas.

Keberadaan Direktorat Teknologi, Informasi dan Komunikasi mempunyai peran penting agar hasil BDA dari para analis di Direktorat Data dan Infomasi Perpajakan – dalam bentuk CRM dan BI – dapat ditempatkan pada aplikasi tertentu, sehingga dapat diakses para pengguna seluruh Indonesia secara otomatis dan real time.

Peran Direktorat Transformasi Proses Bisnis (TPB) sebagai pemangku kepentingan di dalam merumuskan dasar hukum proses bisnis, sambung Dasto, juga merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan atas peluncuran CRM dan BI. Demikian juga peran sentral para business owner dalam penetapan konteks yang akan dibangun.

Dasto meyakini kolaborasi ini sangat penting agar implementasi CRM dan BI dapat terlaksana dengan baik dan menghasilkan outcome yang optimal. (DDTCNews)

PSE dan PPN PMSE

DJP berharap seluruh penyelenggara sistem elektronik (PSE) dan pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) menaati regulasi dan kebijakan yang ditetapkan di Indonesia. Hal ini demi keamanan dan kenyamanan penggunaan layanan, yakni masyarakat Indonesia.

“Selain itu, jika pendaftaran PSE lancar maka juga akan berdampak positif ke pemungutan PPN (pajak pertambahan nilai) PMSE karena adanya pengayaan data dan pengawasan yang kolaboratif,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor. (DDTCNews)

Insentif untuk Kendaraan Listrik

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Taufiek Bawazier menyebut telah ada berbagai insentif fiskal untuk mendukung pembentukan ekosistem kendaraan listrik. Pemerintah akan terus mendukung investasi kendaraan listrik beserta komponennya.

Dia menuturkan insentif fiskal untuk kendaraan listrik di antaranya berupa tax holiday, tax allowance, serta supertax deduction untuk kegiatan litbang. Pembelian kendaraan listrik juga akan dikenakan PPnBM dengan dasar pengenaan pajak (DPP) sebesar 0% dari harga jual.

Selain itu, sesuai dengan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), kendaraan listrik dapat dibebaskan dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). (DDTCNews)

Pajak Kendaraan Bermotor

Korlantas Polri memandang penerapan Pasal 74 UU 22/2009 tentang LLAJ akan meningkatkan kualitas pelayanan pengesahan STNK dan PKB. Melalui penerapan Pasal 74 UU LLAJ, data kendaraan bermotor yang dimiliki oleh setiap instansi akan terintegrasi.

“Kita akan rapikan dulu data kita sehingga masyarakat nanti bisa dari rumah melakukan pengesahan STNK dan membayar pajak kendaraan, tidak harus keluar,” ujar Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi. (DDTCNews)

Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok

Analis Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Febri Pangestu mengatakan kondisi Indonesia saat ini berbeda dengan negara lain, seperti Filipina, yang mampu menerapkan cukai rokok dalam tarif tunggal. Menurutnya, jumlah pelaku industri rokok yang mencapai ratusan perusahaan menjadi salah satu isu yang menambah kompleksitas kebijakan cukai.

“Artinya memang pemerintah perlu sangat berhati-hati dalam kita [menangani] masalah isu menyederhanakan tarif karena memang tidak semudah itu,” katanya. (DDTCNews)

Penerimaan Bea dan Cukai

Pemerintah mencatat penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester I/2022 mengalami pertumbuhan hingga 37,2%. Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Ditjen Bea dan Cukai Hatta Wardhana mengatakan kinerja itu terjadi seiring dengan pemulihan ekonomi nasional.

Hatta mengatakan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester I/2022 telah mencapai Rp167,6 triliun atau setara 56,1% dari target yang telah direvisi sebesar Rp299 triliun. Penerimaan seluruh komponen kepabeanan dan cukai juga mengalami pertumbuhan hingga 2 digit.

Penerimaan cukai mencatatkan pertumbuhan 33%, sedangkan bea masuk tumbuh 30,5%. Adapun pada bea keluar, pertumbuhannya mencapai 74,9% karena peningkatan ekspor dan kenaikan harga berbagai komoditas global. (DDTCNews)

MLI P3B Indonesia dan Pakistan

DJP menerbitkan surat edaran baru mengenai ketentuan multilateral convention (MLI) atas perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Pakistan.

SE-09/PJ/2022 diterbitkan sebagai pemberitahuan saat berlaku (entry into force) dan saat berlaku efektifnya (entry into effect) MLI atas P3B antara Indonesia dan Pakistan.Dijabarkan dalam surat edaran, MLI berlaku bagi Indonesia pada 1 Agustus 2020. Bagi Pakistan, MLI berlaku pada 1 April 2021.

MLI berlaku efektif atas pajak-pajak yang dipotong atau dipungut di negara sumber atas pembayaran kepada subjek pajak luar negeri (SPLN) sejak 1 Januari 2022 di Indonesia dan 20 November 2021 di Pakistan. Sehubungan dengan pajak-pajak lainnya, MLI berlaku efektif sejak 1 Januari 2023 di Indonesia dan 20 Mei 2022 di Pakistan.

Sumber : DDTC

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only