Krisis Berkecamuk, Presiden Sri Lanka Pertimbangkan Pajak Kekayaan

Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan pemerintah mempertimbangkan pengenaan pajak kekayaan untuk menekan ketimpangan.

Wickremesinghe mengatakan ketimpangan antara rumah tangga kaya dan miskin kian melebar dalam 1 dekade terakhir. Hal ini mengakibatkan masyarakat miskin kian rentan.

“Artinya kita memerlukan pajak yang lebih besar, termasuk pajak kekayaan. Pemerintah harus mempertimbangkan langkah tersebut untuk mendukung pemulihan ekonomi dan stabilitas sosial,” ujar Wickremesinghe, dikutip Senin (15/8/2022).

Tanpa penerimaan pajak yang lebih tinggi, belanja negara hanya akan habis untuk belanja pegawai. Saat ini, tercatat 86% dari penerimaan pajak hanya digunakan untuk upah dan pensiun pegawai negeri.

Untuk diketahui, Pemerintah Sri Lanka tercatat banyak mengeluarkan kebijakan penerimaan pajak sejak Wickremesinghe menjabat sebagai presiden menggantikan Gotabaya Rajapaksa.

Sejak 12 Mei 2022, Sri Lanka memutuskan untuk meningkatkan tarif PPN dari 8% menjadi 12%. Sebelumnya, Rajapaksa sempat menurunkan tarif PPN dari 15% ke 8% pada Desember 2019. Penurunan tarif PPN oleh Rajapaksa ditengarai menjadi penyebab krisis ekonomi di Sri Lanka saat ini.

Tarif pajak korporasi juga diputuskan naik dari 24% menjadi 30%. Tarif terbaru tersebut berlaku atas penghasilan yang diperoleh korporasi sejak Oktober 2022.

Selanjutnya, pemberi kerja diwajibkan memotong withholding tax atas upah pegawai. Pengecualian-pengecualian pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi juga dikurangi.

Seluruh reformasi pajak dan kebijakan fiskal secara umum oleh pemerintahan Wickremesinghe akan menjadi modal bagi Sri Lanka untuk menarik pinjaman dari International Monetary Fund (IMF).

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only