ESDM: Tambang Ilegal Tersebar di 2.741 Lokasi, Libatkan 3,7 Juta Pekerja

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan saat ini penambangan tanpa izin atau tambang ilegal tersebar di 2.741 lokasi. Jumlah itu fluktuatif dan dinamis karena memang pertambangan tanpa izin ini ada yang bersifat tidak terus-menerus. 

“Tidak menerus artinya ya hanya beroperasi sehari dua hari lalu istirahat. Bisa sampai dua minggu, lalu memulai lagi. Namun ada juga yang kegiatannya dilakukan secara terus-menerus,” kata Inspektur Tambang Ahli Madya Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Antonius Agung Setiawan dalam diskusi virtual pada Senin, 22 Agustus 2022.

Dalam kegiatan pertambangan tanpa izin itu, kata dia, diperkirakan ada sekitar 3,7 juta pekerja yang terlibat. Jumlah itu terbagi di 96 lokasi tambang batu bara dan 2.645 lokasi tambang mineral. 

Dalam catatannya, terdapat beberapa dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan tanpa izin. Pertama, menghambat kegiatan usaha bagi pemegang izin yang resmi dan membahayakan keselamatan. Bahkan, beberapa kasus yang terjadi di tambang tanpa izin telah menelan korban jiwa.

Selain itu, kegiatan tambang tanpa izin berpotensi merusak lingkungan hidup. Di beberapa tempat, kata dia, banyak menimbulkan pendangkalan sungai yang kemudian mengurangi kesuburan tanah yang akhirnya menimbulkan bahaya banjir.

Tak hanya itu, kegiatan tersebut berpotensi menimbulkan masalah sosial dan gangguan keamanan. “Umumnya adanya kegiatan-kegiatan pertambangan tanpa izin ini, lingkungannya menjadi rawan terhadap gangguan keamanan,” ujarnya.

Berikutnya, jika pertambangan tanpa izin ini dilakukan dalam kawasan hutan, maka dapat menimbulkan kerusakan hutan. Selanjutnya, kegitatan ini dapat berpotensi merugikan negara dari sisi pajak maupun juga dari sisi nonpajak. 

Lebih jauh Antonius menyebutkan timbulnya pertambangan tanpa izin di antaranya karena disebabkan faktor motivasi. Penyebab umumnya antara lain adalah terbatasnya lapangan kerja, desakan ekonomi, kemudian pelaku-pelaku ini juga tidak mempersyaratkan adanya pendidikan, kemudian hasilnya instan, mudah dikerjakan karena hanya mengandalkan tenaga.

Ada juga karena faktor kepemilikan lahan. “Artinya adalah karena lahan itu milik sendiri yang ketika mungkin kalau ditanami tidak produktif, makanya kalau ada hasil-hasil ini lebih menarik dan ini tentu menjadi pilihan yang bisa dilakukan. Sehingga muncullah yang namanya pertambangan tanpa izin,” ujar Antonius. 

Sumber : Tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only