Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Agustus tercatat surplus Rp 107,4 triliun atau setara dengan 0,58% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Surplus Agustus tercatat tumbuh hingga 128% dibandingkan periode sama tahun lalu yang mengalami defisit hingga Rp 383,2 triliun. Capaian surplus ini juga tercatat lebih tinggi dibandingkan Juli 2022 yang mencapai Rp 106,1 triliun atau 0,57% terhadap PDB.
“Sampai posisi akhir Agustus, APBN catatkan keseimbangan primer surplus Rp 342,1 triliun dan overall balance mencapai Rp 107,4 triliun atau dalam hal ini 0,58% terhadap PDB kita,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (26/9/2022).
Surplus ini ditopang oleh pendapatan negara yang tumbuh signifikan dibandingkan belanja negara. Rinciannya pendapatan negara tercatat Rp 1.764,4 triliun atau tumbuh 49,8% (yoy) dan setara 50,3% dari target Rp 2.266,2 triliun.
Rinciannya penerimaan pajak sebesar Rp 1.171,8 triliun atau 58,8% dari target tahun ini dan naik 58,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, serta kepabeanan dan cukai Rp 206,2 triliun dengan pertumbuhan 30,5% (yoy). Kemudian, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) realisasinya Rp 386 triliun dengan pertumbuhan 38,9% (yoy).
“Pertumbuhan pendapatan negara masih cukup stabil dari pajak, bea dan cukai dan PNBP dibandingkan bulan sebelumnya,” ucapnya.
Sementara itu, dari sisi belanja negara mengalami akselerasi Rp 1.657 triliun atau tumbuh 6,2% (yoy) yang mencakup belanja pemerintah pusat senilai Rp 1.178,1 triliun atau tumbuh 8,3% (yoy), kemudian untuk transfer ke daerah dan dana desa tercatat Rp 478,9 triliun atau turun 1,3% (yoy). Meski pertumbuhan belanja negara semakin baik, namun perlu diantisipasi kebutuhan subsidi dan kompensasi serta pemberian bansos tambahan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
“Oleh karena itu, belanja akan terus diakselerasi untuk mengimbangi pendapatan guna perlindungan masyarakat dan pemulihan ekonomi,” ucapnya.
Dengan baiknya kinerja APBN, maka terjadi penurunan pembiayaan utang menjadi Rp 286,8 triliun atau turun hingga 46% dibandingkan periode yang sama tahun lalu tercatat Rp 531 triliun. Alhasil, hingga APBN pemerintah masih memiliki SILPA sebesar Rp 394,2 triliun atau lebih tinggi dari posisi bulan Juli yang mencapai Rp 302,4 triliun.
“Jadi dengan surplus ini dan penerbitan utang lebih rendah dan defisit lebih rendah. Maka, menjadikan strategi APBN kita sesuai dengan tantangan yang berasal dari cost of fund yang tinggi, guncangan sektor keuangan dan tren kenaikan suku bunga dan penguatan dolar AS,” jelasnya.
Dengan demikian, Menkeu memastikan akan menjaga APBN hingga akhir tahun termasuk dari sisi pembayaran subsidi dan kompensasi diperkirakan akan melonjak tinggi pada kuartal III dan IV, yang akan dibayarkan melalui seluruh penerimaan negara yang sangat baik. Ini merupakan komitmen pemerintah untuk terus melindungi masyarakat, perekonomian dan APBN agar semua terjaga secara seimbang.
investor.id
Leave a Reply