BPK Soroti Pencatatan Transaksi Pajak, Jumlahnya Rp32,9 T

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan kebijakan akuntansi dalam sistem pemerintahan belum mengatur pelaporan secara aktual atas transaksi pajak. Sehingga terdapat potensi pajak sebesar Rp 32,94 triliun raib alias lenyap.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) Semester I Tahun 2022, BPK menjelaskan, pemerintah belum memaksimalkan tindakan penagihan, sehingga terdapat piutang pajak daluwarsa sebesar Rp 710,15 miliar.

“Akibatnya, pemerintah tidak dapat menyajikan sepenuhnya hak negara minimal sebesar Rp 11,11 triliun dan kewajiban negara minimal sebesar Rp 21,83 triliun dari beberapa transaksi perpajakan,” tulis BPK dalam IHPS Semester I yang diserahkan di dalam sidang paripurna DPR hari ini, Selasa (4/10/2022).

Selain itu, BPK juga menyebut piutang pajak berpotensi tidak dapat ditagih lagi sebesar Rp 940,96 juta, serta pemerintah kehilangan hak untuk melakukan penagihan piutang pajak bumi dan bangunan (PBB) yang kadaluarsa sebesar Rp 709,21 miliar.

Oleh karena itu, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku perwakilan pemerintah untuk melakukan berbagai hal.

Rekomendasi BPK kepada Sri Mulyani antara lain, agar memerintahkan tim Task Force dukungan percepatan penyelesaian pernyataan standar akuntansi pemerintah (PSAP) mengenai imbalan kerja.

Selain itu juga gar PSAP mengenai pendapatan dari transaksi non pertukaran agar berkoordinasi dengan Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) untuk menetapkan PSAP yang mencakup seluruh transaksi pajak.

BPK juga merekomendasikan agar Sri Mulyani merevisi Ketentuan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 95/KMK.01/2019 untuk mengakomodir penerapan PSAP 15 terhadap piutang yang telah kedaluwarsa setelah tanggal pelaporan.

CNBC Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only