Kegiatam Ekspor-Impor Aceh Kembali Bergairah, Penerimaan Bea Ekspor CPO dan PAC Rp 41,3 M

BANDA ACEH – Kegiatan ekspor komoditi perkebunan seperti CPO dan PAC kelapa sawit, maupun impor bahan baku migas di Aceh, dari luar negeri Januari-September kembali bergairah di berbagai daerah di Aceh.  

Kondisi itu bisa dilihat dari penerimaan bea ekspor komoditi  Crude Palm Oil (CPO)  dan Palm Acid Oil (PAC) kelapa sawit yang diterima Kanwil Ditjen Bea Cukai Aceh, untuk periode Januari-September nilainya sudah mencapai Rp 41,3 miliar.

“Tidak hanya penerimaan bea ke luar hasil olahan komoditi perkebunan saja yang nilainya tinggi, tapi penerimaan dari bea masuk (impor) bahan baku untuk olahan migas untuk Perta Arun Gas (PAG) Lhokseumawe, juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi,“ kata Kanwil Ditjen Bea Cukai Aceh, Dr Safuadi kepada Serambinews.com, Selasa (25/10) ketika dimintai penjelasannya terkait realisasi penerima bea ekspor dan bea impor di Aceh, periode Januari-September 2022.

Safuadi mengatakan, realisasi penerimaan bea masuk untuk periode Januari-September 2022 sudah mencapai Rp 11,588 miliar, dibandingkan tahun 2021 lalu periode yang sama (Januari – September 2021) hanya mencapai Rp 474,556 juta, tumbuh 2.341,88 persen.

“Sedangkan, untuk capaian target 2022, mengalami pertumbuhan atau meningkat sebesar 352,88 persen, karena target penerimaan bea masuk yang dibuat dari APBN 2022 hanya senilai Rp 3,283 miliar,” pungkasnya.

Realisasi penerimaan bea masuk itu, sebut Safuadi, dari hasil impor bahan baku olahan migas dari Uni Emirat Arab, yaitu propana dan bufona. Impor bahan baku olahan migas dari luar negeri itu, terus akan berjalan sampai akhir tahun dan nilai penerimanya  terus akan bertambah.

Realisasi penerimaan cukainya juga tinggi, sebut Safuadi, sudah mencapai Rp 1,933 miliar, tumbuh sebesar 413,22 persen. Sedangkan capaian atau target tahunannya sudah terlampaui 658 persen, karena target penerimaan cukai yang ditetapkan dalam APBN 2022 untuk Kanwil Ditjen Bea Cukai Aceh, hanya Rp 293,775 juta. Penerimaan cukai tersebut, bersumber dari hasil tembakau. Antara lain pita cukai rokok dan denda pita cukai rokok.

Penerimaan di Kanwil Ditjen Bea Cukai itu, sebutnya, selain bea masuk cukai, dan bea keluar, masih ada beberapa item penerimaan pajak lainnya.

Antara lain PPN impor, realisasi penerimaannya tumbuh 262,13 persen, dari Rp 15,219 miliar realisasi tahun lalu, realisasi tahun ini sudah mencapai Rp 55,113 miliar. PPnBM impor, realisasinya masih kosong.

• Pemerintah Dukung Industri Kelapa Sawit, Sesuaikan Tarif Pungutan Ekspor CPO dan Turunannya

“Tapi realisasi PPh Pasal 22 Impor cukup tinggi mencapai Rp 10,293 miliar, atau tumbuh sebesar 346,98 persen, dibandingkan realisasi penerimaan tahun lalu hanya Rp 2,302 miliar,” pungkasnya.

Total penerimaan Ditjen Bea Cukai Aceh, ditambah perpajakannya, sampai posisi September 2022, sudah mencapai Rp 120,260 miliar, dari realisasi penerimaan tahun lalu periode yang sama Rp 68,189 miliar, penerimaan tumbuh sebesar 76,36 persen.

Potensi penerimaan dari bea masuk, cukai dan bea keluar di Aceh menurut Kakanwil Ditjen Bea Cukai Aceh itu, masih cukup besar. Misal penerimaan bea keluar untuk komoditi perkebunan dari ekspor CPO dan PAC, masih sangat besar sekali, jika semua PKS yang ada di Aceh menggunakan pelabuhan lokal, untuk kegitan ekspor turunan komoditi kelapa sawitnya.

Alhamdulillah, sebut Safuadi, penerimaan bea keluar senilai Rp 41,331 miliar yang diterima dilakukan melalui Pelabuhan lokal. Di antaranya penerimaan bea keluar senilai Rp 39,665 miliar, bersumber dari kegiatan ekspor CPO dari Pelabuhan Calang, Aceh Jaya yang sebanyak 19.199 metrik ton. Kemudian penerima bea keluar dari ekspor PAC senilai 1,665 miliar, bersumber dari kegiatan ekspor PAC sebanyak 6,715 metrik ton, dari Pelabuhan Krueng Geukuh Lhokseumawe.

Penerimaan bea keluar ekspor komoditi turunan kelapa sawit dari Aceh, menurut Kakanwil Ditjen Bea Cukai Aceh, Dr Safuadi, bisa lebih tinggi lagi, jika 54 Pabrik Kelapa sawit (PKS) yang beroperasi di Aceh, mau mengekspor turunan produk kelapa sawitnya dari Pelabuhan lokal, yaitu Pelabuhan Kuala Langsa di Langsa, Pelabuhan Krueng Geukuh di Lhokseumawe, Pelabuhan Malahayati, di Aceh Besar dan Pelabuhan Calang, Aceh Jaya.

Safuadi mengatakan, dirinya sangat berharap, PKS di Aceh, yang ada melakukan kegiatan ekspor turunan minyak sawitnya ke luar negeri, tidak lagi menggunakan Pelabuhan laut di luar Aceh, tapi sudah menggunakan pelabuhan laut lokal yang dekat dengan pabrik PKS.

“Padahal, jika mereka mau menggunakan pelabuhan laut lokal, Kantor Bea Cukai setempat, siap membantu percepatan pengurusan dokumen ekspornya,” pungkas Safuadi.

TRIBUNNEWS

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only