Terimbas Tekanan Global, Pajak Lokal Jadi Andalan

JAKARTA. Ancaman resesi global pada tahun depan bakal mempengaruhi perekonomian domestik. Ujungnya, penerimaan pajak juga bakal terdampak. Makanya, pemerintah harus menyiapkan strategi untuk mengamankan penerimaan pajak tahun depan.

Tahun ini, pemerintah masih optimistis penerimaan pajak bakal melampaui target yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022, yakni sebesar Rp 1.485 triliun. Outlook pemerintah, penerimaan pajak tahun ini bahkan bisa mencapai Rp 1.608,1 triliun.

Adapun realisasi penerimaan pajak per akhir September 2022 mencapai Rp 1.310,5 triliun atau 88,3% dari target. Jika penerimaan pajak tahun ini mencapai outlook, maka target penerimaan pajak tahun depan naik 6,8% dari outlook tersebut. Ada pun target penerimaan pajak dalam APBN 2023 ditetapkan sebesar Rp 1.718 triliun.

Sejauh ini, banyak kajian menyebut ketidakpastian global masih akan memengaruhi proses perdagangan global. Makanya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mewanti-wanti penerimaan pajak terkait ekspor kemungkinan akan terdampak, termasuk pajak ekspor komoditas.

“Kita lihat, dengan potensi resesi kalau menyebabkan ekspor tertunda, maka dampaknya ke sektor-sektor yang banyak melakukan ekspor, seperti industri pengolahan dan sektor perdagangan,” kata Yon, Jumat (21/10) lalu.

Dari data Kementerian Keuangan (Kemkeu), penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan dan perdagangan, berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak, yaitu masing-masing sebesar 29,8% dan 23,8% sepanjang Januari-September 2022.

Pada periode itu, penerimaan pajak dari dua sektor ini tumbuh signifikan, masing-masing 47,4% dan 62,5% year on year (yoy). Kemkeu juga mencatat, ada enam sektor usaha lainnya yang berkontribusi 33,9% terhadap penerimaan pajak.

Yon menegaskan, bahwa kajian dan evaluasi masih terus dilakukan oleh pemerintah. Apalagi, ketidakpastian ini masih berlangsung, sehingga kondisi masih sangat dinamis. Yang terpenting, pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk menjaga pemulihan ekonomi.

Gencarkan e-commerce

Di tengah potensi lesunya penerimaan pajak tahun depan, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyarankan, pemerintah untuk lebih menggencarkan ekstensifikasi pajak di sektor e-commerce. Khususnya, pungutan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) melalui e-commerce lokal.

Pemerintah lanjutnya, perlu memperbanyak penunjukan pemungut PPN dari para penyedia layanan e-commerce. Dengan demikian, transaksi UMKM yang dilakukan melalui penyelengara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) juga bisa langsung dikenakan PPN.

“Selain itu, data pelaku UMKM juga bisa langsung terindetifikasi oleh Ditjen Pajak. Pada akhirnya, ekstensifikasi dan intensifikasi PPh final 0,5% sesuai PP Nomor 23 dapat dioptimalkan,” kata Prianto, kemarin.

Pemerintah memang gencar melakukan penunjukan PMSE asing sebagai pemungut PPN. Hasilnya, pemerintah telah mengantongi penerimaan PPN Rp 8,69 triliun sejak beleid tersebut berlaku pada Juli 2020 hingga saat ini.

Saat ini, pemerintah juga telah membentuk tim khusus untuk mencermati pengaturan, proses bisnis, hingga tren baru terkait belanja melalui gim online. Hal ini bertujuan untuk ekstensifikasi PPh dan PPN atas transaksi e-commerce pada sektor tersebut.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar melihat, sektor pengolahan dan perdagangan masih jadi penopang penerimaan pajak 2023, meski akan ada perlambatan.

“Masih bisa dioptimalkan, misalnya menurunkan ambang batas pengusaha kena pajak dan juga perdagangan e-commerce,” ujar Fajry.

Sumber : Harian Kontan Senin 24 Oktober 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only