Jumlah Orang Kaya Lebih Tinggi dari PDB, Jurang Ketimpangan Makin Lebar

YOGYAKARTA. Lembaga Credit Suisse melaporkan, rata-rata pertumbuhan kekayaan per orang dewasa (wealth per adult) lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan pendapatan kotor per orang dewasa (GDP per adult) pada sepanjang tahun 2000 hingga 2021.

Berdasarkan laporan lembaga tersebut pada akhir September 2022, rata-rata pertumbuhan wealth per adult tercatat 6,0%, lebih tinggi dari GDP per adult yang sebesar 5,0%.

Dengan kata lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut ketimpangan kekayaan penduduk di Indonesia cukup tinggi.

“Yang bahaya adalah bila pendapatan dari orang kaya yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Rasio gini bisa dibilang tinggi, berbeda dengan data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), karena Credit Suisse melihatnya dari metode berbasis pendapatan,” terang Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (31/10). 

Sedangkan rasio gini yang dihitung oleh BPS, biasanya menghitung dari sisi pengeluaran. Bhima menganggap ini tidak terlalu relevan dengan kondisi terkini. Pasalnya, bila menilik kebiasaan orang kaya maupun super kaya, biasanya mereka tidak akan mau terlalu terbuka dengan sisi pengeluaran mereka. 

Meski begitu pun, bila menilik data dari BPS, pada Maret 2022 rasio gini tercatat sebesar 0,384 atau naik 0,003 poin bila dibandingkan dengan rasio gini September 2021 yang sebesar 0,381. Dengan demikian, ini berarti ketimpangan makin melebar. 

Yang terpenting sekarang, Bhima menganjurkan pemerintah untuk mengerahkan tenaga dalam menutup jurang ketimpangan tersebut. Salah satu yang bisa dilakukan di sini adalah dengan keadilan pajak, yaitu dengan membidik pajak dari orang-orang kaya. 

Ia mengapresiasi langkah pemerintah untuk memberikan layer baru dalam pajak penghasilan (PPh) sehingga memungkinkan orang super kaya dengan pendapatan di atas Rp 5 miliar, kena pajak 35%. Kemudian, ia meminta pemerintah lebih gahar lagi dalam mengejar para pengemplang pajak. 

Pendapatan ini bisa digunakan untuk memperluas jaring pengaman sosial untuk tahun-tahun ke depannya. Kalau bisa pun, baiknya pemerintah menambah alokasi jaring pengaman sosial pada anggaran tahun 2023.

Bhima menilai, anggaran jaring pengaman sosial yang sekitar 2,5% PDB tersebut tidak cukup untuk meredakan kesenjangan maupun menekan angka kemiskinan. 

Sumber: Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only