Sri Mulyani Sampaikan Ancaman Resesi di 2023 Mendatang

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan terkait ancaman resesi dan pertambatan ekonomi global di 2023. Ia mengatakan bahwa resesi bukanlah tantangan yang mudah, ia juga membandingkan resesi yang akan terjadi di 2023 dengan krisis ekonomi di tahun 1998 dan 2008.

“Kita telah diuji dengan tantangan gejolak keuangan 1997-1998, gejolak naik turunnya harga komoditas, gejolak krisis global 2008-2009. Sekarang, pandemi serta kondisi geopolitik tantangan resesi global. Ini bukan tantangan yang mudah, polanya berubah,”ujarnya dalam Upacara Peringatan Hari Oeang, Senin (31/10/2022).

“Ini tantangan yang juga bisa mencelakai atau menurunkan daya pemulihan ekonomi nasional, karena itu kita harus tangguh mengawasi pemulihan,” jelasnya.

“Kemenkeu dan keuangan negara harus menjadi instrumen yang memberikan jawaban dan solusi terhadap berbagai tantangan ke depan,” tambah Sri Mulyani.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa gejolak ekonomi global saat ini bisa beresiko lebih besar dibanding krisis ekonomi 1998. Menurut Airlangga, Presiden RI Joko Widodo telah menyampaikan bahwa ada 28 negara yang akan memperoleh bantuan dari IMF.

Selain Indonesia, ada India, Brazil, Meksiko yang dikalim aman tahun depan. Tak hanya ancaman resesi, tantangan perubahan iklim juga sudah menanti. Perubahan iklim juga bisa mengganggu keuangan negara hingga kesejahteraan rakyat.

“Negara emerging juga mengalami kondisi relative tertekan. Meski dalam situasi saat ini, emerging country seperti Indonesia, India, Brazil, Meksiko relative dalam situasi yang cukup baik,” terang Ani dalam Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI, Rabu (19/10/2022).

Oleh karena itu, insan Kementerian Keuangan harus bisa memperbaiki daya analitik, sinergi kolaborasi, pola pikir dan bekerja sama. Menteri Keuangan harus bisa menjadi solusi dari berbagai tantangan yang akan dihadapi negara.

Menurut direktur lembaga riset CELIOS, Bhima Yudhistira mengatakan masyarakat hanya perlu bijak dan tidak boros saat mengelola keuangan jelang resesi. Sementara untuk masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas, Bhima menyarankan untuk mendorong belanja masyarakat lebih tinggi lagi.

Mereka yang memiliki penghasilan lebih tinggi mempunyai kontribusi lebih banyak untuk perputaran ekonomi negara. 

“Jadi, apa yang dilakukan? Pertama saya setuju pemerintah melakukan relaksasi pajak supaya konsumsi naik. Kedua, memberikan dorongan positif kepala orang-orang (berpenghasilan tinggi) seperti mereka ini,” ujar Bhima.

Sumber : msn.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only