Ramai-Ramai Kepincut Mobil Listrik

Sejak tahun lalu, Heri Hertanto (38) getol mendatangi pameran otomotif. Stan produsen mobil listrik jadi tujuan utamanya. Dia penasaran dengan mobil tanpa BBM itu, tapi masih ragu untuk membeli.

Berkali-kali membandingkan beberapa merek, warga Perumahan Green Lake, Kota Tangerang, Banten itu akhirnya menjatuhkan pilihan pada Hyundai Ioniq 5 Long Range Signature. Mobil listrik buatan pabrik asal Korea Selatan itu harganya di atas Rp800 juta.

taboola mid article

“Kebetulan Ioniq 5, yang paling pas dari semua survei yang saya lakukan, yang paling oke,” ujarnya dalam perbincangan dengan merdeka.com akhir Oktober lalu.

Heri mengaku menyukai produk-produk berteknologi terbaru. Salah satunya mobil listrik yang sejak tahun 2021 gencar dipromosikan oleh sejumlah pabrikan.

Memiliki Ioniq 5 sejak Agustus 2022 lalu, Heri menggunakan kendaraan jenis sedan hatchback itu setiap hari untuk beraktivitas, pergi-pulang kantor. Namun untuk bepergian ke luar kota, Heri belum berani.

“Ada harap-harap cemas kalau bawa mobil listrik ke luar kota, karena kan stasiun pengisian kendaraan listriknya belum banyak titiknya. Sehingga menurut saya kalau keluar kota akan masih bijak pakai kendaraan bensin. Apalagi ngecasnya terlalu lama juga,” ujarnya.

Heri menuturkan, untuk mengisi baterai mobilnya dengan portable charger berdaya 1.200 Watt, butuh waktu hingga 12 jam. Dia belum memasang instalasi wall charger di rumahnya karena harus menaikkan daya minimal 7.700 Watt. Penggunaan wall charger akan menghemat waktu pengisian menjadi 7-8 jam.

Selama dua bulan pemakaian, Heri belum pernah mengalami kendala. Termasuk sampai kehabisan baterai di perjalanan. Saat pulang kerja, dia langsung mengecas mobilnya di rumah pada malam hari. Heri mengaku belum pernah menggunakan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang tersedia di beberapa lokasi di Jakarta dan sekitarnya.

Sejauh ini, Heri mengaku puas dengan performa Ioniq 5. Dibandingkan mobil konvensional, dia merasakan tarikan berbeda saat menginjak pedal gas. Tenaga yang dihasilkan instan. “Kabin sunyi banget karena enggak ada suara mesin. Getaran juga jauh banget,” tukasnya.

Bebas Ganjil Genap dan Pajak Murah

Sejumlah insentif ditawarkan pemerintah bagi pemilik kendaraan listrik. Bebas aturan ganjil genap di jalanan Jakarta, hingga pajak tahunan yang lebih murah. Mobil listrik juga tidak terkena pajak progresif.

Alasan-alasan itulah yang membuat Aat (30) tertarik membeli mobil listrik. Dari berbagai pilihan yang ada, dosen di salah satu universitas di Jakarta itu akhirnya memutuskan meminag Wuling Air EV tipe standar range seharga Rp238 juta. Tipe ini bisa menempuh jarak 200 kilometer saat baterai terisi 100 persen.

Tipe lainnya adalah Wuling Air EV long range dengan jarak tempuh 300 km. Perbedaan keduanya pada kapasitas baterai dan harga Rp295 juta.

“Saat ini, yang paling masuk akal mobil listrik di bawah harga Rp500 juta, ya Wuling Air EV,” kata Aat dalam perbincangan dengan merdeka.com pekan lalu.

Sebulan wara-wiri dengan mobil listrik Wuling, Aat menghitung biaya yang dikeluarkan untuk pengisian baterai sangat-sangat murah dibandingkan dengan BBM kendaraan konvensional. Aat bahkan mempertimbangkan menjual mobil bensin miliknya.

“Secara pemakaian sih sama saja, bedanya tadi kita enggak takut sama boros atau tidaknya karena ini mobil irit banget. Kalau mobil biasa kan macet pusing mikirin bensin,” ujarnya.

Dari perhitungan Aat, Wuling Air EV membutuhkan daya 15 KWH dari pengisian nol sampai 100 persen baterai. Dengan biaya Rp1.700 per KWH, Aat hanya mengeluarkan biaya Rp25.500 dalam sekali pengisian.

“Jauh lebih irit daripada mobil bensin, jauh sekali perbandingannya. Apalagi harga BBM yang naiknya luar biasa, kondisi Jakarta macet. Belum lagi kalau punya dua mobil kena pajak progresif,” katanya.

Aat berharap, semakin banyak pabrikan terutama dari Jepang yang memproduksi mobil listrik. Pemerintah harus aktif memberikan stimulus agar produsen mobil ramai-ramai membuat mobil listrik.

“Di Indonesia, Toyota dan Honda masih belum terlalu berani. Mungkin bisa dipancing oleh pemerintah dengan stimulus-stimulus lain, bikin pabrik di sini atau pajak mungkin,” ujarnya.

Dalam pandangan Aat, perkembangan mobil listrik di Indonesia semuanya berpulang kepada kebijakan pemerintah. Beberapa aturan yang baru seperti pengadaan mobil dinas listrik mulai dari pusat hingga daerah termasuk BUMN akan menjadi pendorong peralihan.

“Kemudian memperbanyak SPKLU. Karena kekhawatiran orang bagaimana kalau mobil listrik habis baterai di jalan,” tukasnya.

Hal senada disampaikan Heri Hertanto. Pengguna mobil listrik akan semakin banyak jika SPKLU tersebar di berbagai lokasi. “Kendaraan listrik kan ini kayak ayam dan telur lah, kalau makin banyak yang pakai kan harusnya SPKLU lebih banyak,” ujarnya.

Lebih jauh, Heri berpandangan, peralihan ke mobil listrik akan mencegah inflasi harga-harga barang yang selalu terjadi ketika pemerintah menaikkan harga BBM. Selain tentunya mengurangi emisi gas buang yang menjadi sumber polusi udara.

“Pindah ke mobil elektrik di mana kita enggak bergantung pada bahan bakar fosil. Harapan saya inflasi akan lebih terkendali daripada kayak gini, semua harga barang ikut naik gara-gara harga bensin naik,” ujarnya.

Mengganti Kendaraan Dinas

Tak hanya di perhelatan KTT G20 Bali, langkah pemerintah rupanya sangat serius untuk melakukan transisi ke mobil listrik.

Kementerian Perhubungan menyatakan siap menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi, yang telah mengeluarkan Inpres Nomor 7 Tahun 2022, guna mempercepat program penggunaan kendaraan listrik dinas untuk instansi pemerintahan.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Hendro Sugiatno mengungkapkan, sebanyak 53.119 kendaraan dinas instansi pemerintahan, baik untuk kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah hingga TNI/Polri ditargetkan akan segera diganti.

“Target penggunaan kendaraan listrik untuk 2022 sebesar 13.236 unit kendaraan roda dua, dan 39.883 unit kendaraan roda empat untuk kendaraan operasional K/L (termasuk TNI, POLRI dan Pemda),” terang Hendro di Jakarta, Senin 1 November lalu.

Hingga 25 Oktober 2022, jumlah kendaraan listrik yang telah memiliki SRUT (sertifikat registrasi uji tipe) sudah mencapai 31.827 unit kendaraan. Ditjen Hubdat juga terus mengembangkan fasilitas pengujian tipe untuk kendaraan listrik di BPLJSKB (balai pengujian laik jalan dan sertifikasi kendaraan bermotor) sebagai fasilitas uji tipe pemerintah.

Hendro menjelaskan, tantangan percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik (electric vehicles) di Indonesia adalah keterbatasan jumlah stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Kemenhub akan menggandeng Kementerian ESDM dan PT PLN agar ekosistem kendaraan listrik bisa segera tercipta.

Selain itu, seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dan pengusaha diharapkan juga turut berkontribusi. Setiap gedung yang baru dibangun atau lokasi yang menjadi pusat kegiatan masyarakat diminta untuk menyediakan fasilitas SPKLU.

Tantangan lain, lanjut Hendro, Kemenhub berharap Kementerian Perindustrian membuat standar terkait baterai kendaraan listrik, baik dari bentuk maupun spesifikasi. Keseragaman baterai yang beredar akan mempermudah masyarakat dalam bermobilitas menggunakan kendaraan listrik.

“Kalau roda dua ya sistem swap (tukar), diharapkan semua kendaraan listrik pakai baterai yang sama sehingga mudah dan sangat efisien. Kalau roda empat diharapkan banyak SPKLU yang fast charging,” ujarnya.

Sumber : merdeka.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only