Jika Konsensus Pajak Global Gagal, Bisa Sulut Perang Dagang AS-Eropa

PARIS, Mantan Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Perpajakan OECD Pascal Saint-Amans memandang kegagalan implementasi konsensus pajak global berpotensi menimbulkan perang dagang antara AS dan Eropa.

Saint-Amans mengatakan konsensus yang tidak segera diimplementasikan akan mendorong beberapa yurisdiksi memberlakukan kebijakan pajak secara unilateral. Dia khawatir kondisi tersebut direspons oleh negara lain dengan menjatuhkan sanksi dagang.

“Dalam konteks politik yang rumit seperti saat ini, negara-negara sebaiknya tidak menyulut perang dagang gara-gara masalah pajak,” katanya, dikutip pada Minggu (6/11/2022).

Saat ini, Pilar 1: Unified Approach berpotensi tidak mendapatkan dukungan dari Senat AS dalam waktu dekat. Finalisasi multilateral convention (MLC) Pilar 1 yang ditargetkan tercapai pada pertengahan 2023 juga berpotensi terkendala.

Apabila proposal pajak global tersebut ini tidak segera diimplementasikan, perusahaan-perusahaan digital bakal diwajibkan membayar digital services tax (DST) dengan ketentuan yang berbeda-beda pada setiap yurisdiksi.

“Ini adalah alternatif yang buruk [bila dibandingkan dengan Pilar 1],” ujar Saint-Amans.

Terkait dengan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE), proposal ini juga berpotensi belum bisa diimplementasikan oleh negara-negara Uni Eropa akibat adanya veto dari Hungaria.

Akibat veto dari Hungaria, pajak minimum global tak kunjung diadopsi oleh negara-negara Uni Eropa mengingat organisasi supranasional itu membutuhkan suara bulat dari seluruh negara anggotanya bila hendak mengadopsi kebijakan terkait pajak.

“Jika kesepakatan tidak tercapai, negara-negara akan bergerak. Mereka akan mengambil langkah unilateral karena mereka bisa melakukan itu,” ujar Saint-Amans seperti dilansir ft.com.

Untuk diketahui, Pilar 1 akan menjadi instrumen pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh perusahaan multinasional kepada yurisdiksi pasar meski perusahaan yang dimaksud tidak memiliki kehadiran fisik di yurisdiksi pasar.

Perusahaan yang tercakup dalam Pilar 1 adalah perusahaan multinasional dengan pendapatan global di atas €20 miliar dan profitabilitas di atas 10%. Hak pemajakan akan dibagikan kepada yurisdiksi pasar sebesar 25% dari residual profit yang diterima oleh perusahaan multinasional.

Sementara itu, Pilar 2 akan menjadi dasar pemberlakuan pajak minimum global dengan tarif sebesar 15%. Pajak minimum akan diberlakukan atas perusahaan multinasional dengan penerimaan di atas €750 juta.

Bila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tak mencapai 15% maka top-up tax berhak dikenakan oleh yurisdiksi tempat korporasi multinasional bermarkas. Pengenaan top-up tax dilakukan berdasarkan income inclusion rule (IIR).

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only