Maksimalkan PAD, Pemkot Tarakan Lirik Sarang Walet, Begini Perbedaan PNBP dan Pajak Daerah

TARAKAN – Upaya memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD) sektor sarang walet diseriusi Pemkot Tarakan bekerja sama dengan Balai Karantina Pertanian Kelas II Tarakan.

Belum lama ini pertemuan membahas potensi PAD sarang walet dilaksanakan di Balikpapan dan Pemkot Tarakan turut serta menghadiri kegiatan tersebut. Salah satu yang ikut dibahas yakni jenis usaha sarang walet yang dilaksanakan di dalam hutan dan gua dan budidaya di lakukan di rumah warga.

“Memang benar terakhir pertemuan kemarin, jadi hasilnya disepakati untuk sarang walet yang diperoleh di dalam gua dan dalam hutan serta bukan budidaya, maka masuk dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP),” beber Elang Buana, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Tarakan.

Sementara, untuk sarang walet yang dibudidayakan di rumah warga seperti di Tarakan, maka jenis pajak dikenakan yakni pajak daerah dan tidak lagi dikenakan PNBP. “Jadi dia tidak kena pajak double, tidak boleh double. Ada pemisahan,” jelasnya.

Lantass bagaimana dengan budidaya sarang walet tanpa izin atau pajaknya belum dilaporkan warga? Maka lanjutnya tetap harus membayarkan dan masuk jenis pajak daerah.

“Alasannya karena berada di wilayah NKRI. Kalau untuk mereka yang belum ada izinyya, tetap harus bayar, nanti juga kami akan telusuri mereka,” tegas Elang Buana.

Upaya memaksimalkan pendapatan dari pembayaran pajak tersebut lanjutnya, maka dari sisi hulu yang ikut membantu dalam arti sebelum keluar Tarakan, harus difilter dengan syarat harus menunjukkan pembayaran pajak baru bisa dikeluarkan rekomendasi dari Balai Karantina Pertanian Kelas IIA Tarakan.

“Jadi dia sebelum keluar dari Tarakan ada surat pengantar, katakanlah dari non budidaya maka cukup tunjukkan PNBP-nya,” jelasnya.

Elang Buana melanjutkan, mudah membedakan produksi sarang walet dari dalam gua dan hutan serta produksi dari budidaya rumahan.

“Kalau dari gua dan hutan rata-rata hitam warnanya. Kalau dari budidaya biasanya putih dan harga lebih mahal. Karena harus bersih walaupun nanti di lokasi pengiriman tetap harus dibersihkan juga di sana,” bebernya.

Elang Buana melanjutkan, ke depan akan ada rencana membuat rumah walet untuk kegiatan pembersihan dan itu akan ada penerapan nomor kontrol.

Namun saat ini belum bisa diwujudkan karena masih menunggu jumlah besaran pajak yang diusulkan ke Kemendagri.

“Termasuk pajak dan retribusi, sudah diusulkan perdanya ke Kemendagri untuk dikeluarkan rekomendasi. Besarannya sudah ada nominalnya tapi nanti saja disebutkan jika dari Kemendagri sudah turunkan rekomendasi,” jelasnya.

Ia melanjutkan, saat ini fokus melakukan pendataan sarang walet yang dibudidayakan di rumah. Di Tarakan diperkirakan ada sekitar 500 rumah yang membudidaya sarang walet. Data ini masih perlu diupdate dan ia bekerja sama dengan BPS.

“ Jadi mereka tahu, data setiap kecamatan berapa, rumahnya permanen atau non permanen, luasan berapa, berapa tingkat. Yang jelas, dari sisi perangkat hukumnya sudah disiapkan, mekanisme sudah disiapkan,” pungkasnya.

Sumber: kaltara.tribunnews.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only