3 Insentif Bakal Terdampak Pajak Minimum Global, DJP Lakukan Analisis

Pemerintah memperkirakan ada 3 insentif pajak yang akan terdampak implementasi pajak minimum global dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (16/11/2022).

Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional II, Direktorat Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Matondang Elsa Siburian mengatakan ketiga insentif yang dimaksud antara lain tax holiday, supertax deduction, dan tax allowance.

“Kita berusaha mengidentifikasi, mana sih yang benar-benar terdampak dan berapa [besar] efeknya [implementasi pajak minimum global terhadap efektivitas pemberian insentif],” ujarnya.

Pilar 2, sambungnya, diperkirakan akan berpengaruh terhadap efektivitas tax holiday yang saat ini diatur dalam PMK 130/2020. Pasalnya, dengan tax holiday, ada potensi pengurangan pajak 50% hingga 100%. Padahal, dengan adanya Pilar 2, ada rencana pengenaan pajak minimum 15%.

Kemudian, insentif supertax deduction, terutama untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Sesuai dengan PMK 153/2020, wajib pajak bisa mendapat pengurangan penghasilan bruto hingga 300% dari jumlah biaya litbang. Ada potensi penurunan tarif efektif hingga di bawah 15%.

Kondisi yang serupa terjadi dalam pemberian tax allowance sesuai dengan PMK 96/2020. Selain pengurangan penghasilan neto sebesar 30%, ada insentif penyusutan dan amortisasi dipercepat. Makin tinggi nilai investasinya, sambungnya, tarif efektif makin rendah.

Selain mengenai rencana implementasi pajak minimum global serta dampaknya terhadap pemberian insentif, ada pula ulasan tentang modus operandi tindak pidana perpajakan. Kemudian, masih ada pula ulasan mengenai pencatatan omzet wajib pajak UMKM.

Ditjen Pajak Lakukan Analisis Rancangan Insentif

Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional II, Direktorat Perpajakan Internasional DJP Matondang Elsa Siburian mengatakan pemerintah sedang menganalisis skema insentif yang tetap membuat Indonesia menarik.

“Kita sedang menganalisis bagaimana sih merancang insentif pajak yang tetap membuat Indonesia menarik bagi investor asing tanpa kita mencederai kesepakatan Pilar 2,” katanya.

Seperti diketahui, model rules Pilar 2 yang memuat skema pajak minimum global telah diselesaikan. Namun demikian, Pilar 1 masih terus dibahas dan belum memiliki kesepakatan terbaru. Simak pula ‘Soal Solusi 2 Pilar, Termasuk Pajak Minimum, Begini Sikap Pemerintah’.

“Kita tidak mencari maksimum atau minimum tapi yang optimum terhadap competitiveness Indonesia dalam menarik investasi, optimum untuk penerimaan pajak, dan tidak mencederai kesepakatan yang sudah kita sepakati bersama negara-negara Inclusive Framework,” ujar Elsa. (DDTCNews)

Penerapan Pajak Minimum Domestik

DJP tengah mempertimbangkan penerapan qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT) atau pajak minimum domestik sesuai dengan Pilar 2. Pemerintah masih tetap perlu menganalisis dampak QDMTT terhadap penerimaan pajak, termasuk perekonomian, sebelum menerapkan QDMTT.

“[Dampak QDMTT terhadap penerimaan pajak dan perekonomian] Itu harus dipertimbangkan,” ujar Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional II DJP Matondang Elsa Siburian. (DDTCNews)

Tindak Pidana Perpajakan

Sesuai dengan data dalam Laporan Tahunan Ditjen Pajak (DJP) 2021, ada 103 kasus tindak pidana perpajakan pada tahun lalu. Dari jumlah tersebut, modus operandi berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak fiktif menempati posisi terbanyak, yakni 41 kasus.

Kendati masih tercatat paling banyak, jumlah kasus penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak fiktif ini mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya yang tercatat ada 44 kasus. Simak ‘Faktur Fiktif dan SPT Tidak Benar Masih Jadi Modus Operandi Terbanyak’. (DDTCNews)

Pencatatan Omzet Wajib Pajak UMKM

DJP menegaskan hingga saat ini belum ada peraturan mengenai pelaporan omzet bulanan wajib pajak UMKM. Namun, wajib pajak tetap diimbau untuk melakukan pencatatan secara mandiri. Contact center DJP, Kring Pajak, mengatakan wajib pajak dapat memanfaatkan aplikasi M-Pajak.

“Ini hanya fasilitas pencatatan omzet, bukan kewajiban pelaporan SPT bulanan. Nanti silakan dilaporkan di SPT Tahunan PPh atas rekapitulasi pencatatannya,” cuit Kring Pajak melalui Twitter. (DDTCNews)

Utang Luar Negeri Indonesia

Bank Indonesia (BI) mencatat nilai utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal III/2022 mencapai US$394,6 miliar atau sekitar Rp6.141,2 triliun.

Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan posisi ULN tersebut turun 7% jika dibandingkan dengan posisi ULN pada kuartal II/2022 senilai US$403,6 miliar atau Rp6281,3 triliun. Kontraksi tersebut juga lebih dalam bila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang sebesar 2,9%.

“Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik [pemerintah dan bank sentral] maupun sektor swasta,” katanya. (DDTCNews/Kontan)

Surplus Neraca Perdagangan

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2022 kembali mengalami surplus senilai US$5,67 miliar. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan ekspor tercatat US$24,81 miliar dan impor mencapai US$19,14 miliar.

“Neraca perdagangan sampai dengan Oktober 2022 kalau kita lihat tren ke belakang, membukukan surplus 30 bulan berturut-turut, sejak Mei 2020,” katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Pemberitahuan Objek Cukai yang Selesai Dibuat

Kementerian Keuangan menerbitkan PMK 161/2022 yang mengubah ketentuan terkait dengan pemberitahuan barang kena cukai yang selesai dibuat. PMK 161/2022 merevisi PMK 94/2016 s.t.d.d PMK 134/2019. Perubahan dilakukan untuk mendukung kemudahan berusaha.

Pasal 2 PMK 161/2022 menyebutkan bahwa pengenaan cukai mulai berlaku untuk BKC yang dibuat di Indonesia pada saat selesai dibuat, atau ketika proses pembuatannya selesai dengan tujuan untuk dipakai.

Ketentuan tersebut berlaku untuk BKC berupa etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, serta hasil tembakau jenis sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Simak ‘Kemenkeu Ubah Aturan Pemberitahuan Objek Cukai yang Selesai Dibuat’. (DDTCNews)

Pemotongan Kuota Barang Impor Penerima Pembebasan Bea Masuk

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan Peraturan Dirjen Bea Cukai No. PER-10/BC/2022 mengenai pelaksanaan pemotongan kuota barang impor yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk.

Peraturan Dirjen Bea Cukai No. PER-10/BC/2022 tersebut dirilis untuk merevisi PER-28/BC/2018. Beleid tersebut diterbitkan untuk lebih mendukung pelayanan dan pengawasan dalam pelaksanaan pemotongan kuota barang impor yang mendapatkan fasilitas. Simak ‘DJBC Revisi Aturan Pemotongan Kuota Barang Impor yang Dapat Keringanan’.

Sumber : DDTC

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only