Kalah Gugatan di WTO, RI Bakal Kenakan Pajak Ekspor Nikel?

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan pemerintah masih berupaya untuk mengajukan banding atas putusan panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang belakangan menyatakan Indonesia melanggar ketentuan terkait dengan kebijakan larangan ekspor bijih nikel.

Arifin mengatakan, pemerintah belum berpikir untuk menyiapkan skema pengenaan pajak ekspor untuk bijih nikel. Dia beralasan keputusan panel WTO belum memiliki kekuatan hukum tetap yang memaksa pemerintah untuk membuka kembali keran ekspor bahan mineral strategis dan kritis itu untuk pasar dunia.

“Kan belum putus akhir ya, masih ada tahap-tahap selanjutnya ya, jadi kita masih berusaha untuk bisa mengoptimalkan,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (25/11/2022).

Arifin menuturkan, pemerintah bakal tetap berupaya bijih nikel itu tetap diolah di dalam negeri untuk menghasilkan nilai tambah pada industri hilir domestik.

“Bijih kan sudah kita olah untuk dalam negeri sendiri,” kata dia.

Di sisi lain, pemerintah tengah serius merampungkan regulasi pajak ekspor komoditas hasil olahan bijih nikel, yakni nikel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi) yang ditargetkan rampung tahun ini.

Regulasi pungutan ekspor dua komoditas olahan awal nikel itu diharapkan dapat mengamankan nilai tambah hilirisasi komoditas itu berlanjut di dalam negeri.

Sebelumnya, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) meminta pemerintah untuk mulai mengkaji kebijakan domestic market obligation (DMO) bijih nikel setelah WTO menyatakan Indonesia melanggar ketentuan perdagangan internasional terkait dengan kebijakan larangan ekspor bahan mentah mineral strategis tersebut.

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan, usulan itu dapat mengimbangi porsi investasi pada penghiliran nikel dalam negeri seiring dengan kecenderungan pelaku usaha tambang untuk memilih pasar ekspor selepas sentimen putusan panel badan pengatur perdagangan dunia tersebut.

“DMO itu kan kita tetap bisa cover di dalam negeri tetapi tetap ada kesepakatan untuk ekspor, tetapi harus prioritaskan industri dalam negeri,” kata Meidy saat dihubungi, Kamis (24/11/2022).

Meidy mengatakan, sebagian besar pelaku usaha hulu tambang nikel cenderung memilih pasar ekspor lantaran harga yang lebih menarik ketimbang domestik. Kendati demikian, menurutnya, pelaku usaha bakal tetap komitmen untuk menjaga laju investasi dan pengembangan hilir bijih nikel di dalam negeri.

“Per hari ini, kalau kita bicara kadar low grade 1,5 harganya di Indonesia mungkin hanya US$20 hingga US$25, harga di luar US$80 itu kan 3 kali lipat tentu kita pilih pasar ekspor, cuma kita harus mendukung regulasi pemerintah,” kata dia.

Sumber: bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only