Begini Ketentuan Tarif PBJT atas Konsumsi Tenaga Listrik di UU HKPD

Tenaga listrik merupakan salah satu objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota sehingga dikecualikan dari objek pajak pertambahan nilai (PPN).

Berdasarkan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) tentang tenaga listrik yang dimaksud ialah tenaga atau energi yang dihasilkan oleh suatu pembangkit tenaga listrik yang didistribusikan untuk bermacam peralatan listrik.

“Konsumsi tenaga listrik yang menjadi objek PBJT adalah penggunaan tenaga listrik oleh pengguna akhir,” bunyi Pasal 52 ayat (1) UU No. 1/2022 tentang HKPD, dikutip pada Selasa (6/12/2022).

UU HKPD juga mengatur beberapa jenis konsumsi tenaga listrik yang dikecualikan dari objek PBJT. Pertama, konsumsi tenaga listrik oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan penyelenggara negara lainnya.

Kedua, konsumsi tenaga listrik pada tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing berdasarkan asas timbal balik. Ketiga, konsumsi tenaga listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis.

Keempat, konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi terkait. Kelima, konsumsi tenaga listrik lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.

Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Namun, terdapat tarif PBJT khusus atas konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri atau sumber lain. Contoh, tarif PBJT konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri dan pertambangan migas ditetapkan paling tinggi 3%.

Sementara itu, tarif PBJT untuk konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri ditetapkan paling tinggi 1,5%. Adapun penetapan tarif PBJT khusus atas konsumsi tenaga listrik tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah.

Sumber : DDTC

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only