Pro Kontra Single Identity Number sebagai Identitas Wajib Pajak

Selama beberapa dekade terakhir, Indonesia tengah menempuh perjalanan panjang untuk memperbaiki sistem perpajakannya. Perbaikan dilakukan baik dari segi peningkatan pendapatan maupun efisiensi administrasi.

Mendesaknya tuntutan kenaikan pendapatan negara dari perpajakan guna memenuhi kebutuhan belanja negara untuk pembangunan nasional, menjadi salah satu tantangan utama bagi sistem perpajakan di tahun-tahun yang akan datang.

Meskipun kebutuhan anggaran negara terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini justru berbanding terbalik dengan kinerja penerimaan pajak di Indonesia yang rendah. Rendahnya penerimaan pajak dapat diukur melalui tax ratio atau rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cenderung turun dalam beberapa tahun terakhir.

Rendahnya tax ratio tersebut menjadi cermin rendahnya tingkat kepatuhan penyampaian pajak (tax compliance) wajib pajak (WP) di Indonesia. Oleh karenanya perlu regulasi untuk mengantisipasi hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan pengawasan kepatuhan dan penegakan hukum penerimaan pajak.

Salah satu alasan rendahnya tingkat kepatuhan WP antara lain rumitnya peraturan di bidang perpajakan. Perlu upaya ekstra bagi WP maupun otoritas pajak untuk memahami peraturan-peraturan pajak itu sendiri.

Rumitnya peraturan di bidang perpajakan tersebut menimbulkan banyak pandangan negatif. Masyarakat yang berpotensi dikenai pajak justru lari dari kewajibannya membayar pajak dengan cara tidak mendaftarkan diri mereka sebagai WP dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).  

Rencana penerapan Single Identity Number (SIN) melalui penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti NPWP, menjadi salah satu isu yang diatur di dalam UU Harmonisasi Perpajakan. Rencana penerapan SIN merupakan wujud pemanfaatan teknologi informasi dalam berbagai aktivitas warga negara, termasuk untuk memaksimalkan pendapatan negara.

Penggunaan SIN ini diharapkan dapat mencegah penghindaran dan manipulasi pajak oleh para WP. Sebab, otoritas pajak dapat dengan mudah memantau kepatuhan WP. Di sisi lain, diharapkan masyarakat juga merasa terbantu karena adanya kemudahaan dengan pemakaian satu kartu, sehingga meningkatkan kepatuhan mereka.

SIN Berdasarkan Asas Ease of Administration

Indonesia dalam prinsip pemungutan pajaknya menggunakan asas kemudahan administrasi perpajakan (ease of administration). Melalui penggunaan SIN, diharapkan tercipta efisiensi.

Efisiensi dari pemungutan pajak dapat terlihat dari penggunaan teknologi informasi untuk mengeliminasi biaya fiskal (fiscal cost), biaya waktu (time cost), dan biaya psikologi (psychological cost) baik dari segi otoritas pajak maupun WP.

Sebelumnya, Indonesia masih menggunakan database yang berbeda-beda dan terpisah untuk beberapa instansi. Hal ini menyulitkan pembagian informasi antar-instansi sehingga sering terjadi duplikasi, tumpang tindih, serta kontradiksi dalam informasi yang dimiliki oleh pemerintah.

Sulitnya integrasi data tersebut menimbulkan celah pelanggaran pajak sehingga seseorang dapat dengan sengaja membuat nomor identitas palsu. Tanpa melihat langsung, data yang ada pada sistem administrasi Indonesia terlihat sangat rumit dan tidak terhimpun dengan baik.

Melalui penerapan SIN, masyarakat yang memiliki data ganda tersebut akan mengalami kendala karena data kependudukan tidak dapat diproses lebih lanjut. Sedangkan terkait kewajiban perpajakan, karena SIN yang terintegrasi dengan berbagai macam data, otomatis dapat memasukkan data-data yang diperlukan untuk pembayaran pajak. Hal tersebut akan mempermudah fiskus untuk mengetahui apakah terjadi kecurangan saat pelaporan pajak oleh WP.

Di sisi lain, masyarakat dipermudah dari sisi administrasi perpajakannya, sebab tidak perlu membuat NPWP ketika resmi menjadi WP. Hal ini dapat meminimalisir kerumitan pelaporan karena nomor pribadi yang berbeda-beda. Penggunaan NIK sangat efisien karena data tersebut akan dipakai sejak lahir sampai meninggal. Dengan adanya SIN, masyarakat tidak memerlukan banyak nomor identitas untuk setiap urusan. Nantinya nomor identitas untuk KTP, paspor, pajak, maupun bea cukai akan terintegrasi menjadi satu data tunggal.

Potensi Peningkatan Kepatuhan

Penerapan SIN merupakan instrumen agar otoritas pajak memiliki alat pengawasan sekaligus menguji kepatuhan WP. SIN dapat digunakan untuk menguji apakah WP telah mengisi Surat Pemeberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, dan jelas sumbernya.

Dengan SIN pajak, setiap instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga, asosiasi, dan pihak-pihak lain wajib untuk saling membuka dan menyambungkan sistemnya ke pajak, baik rahasia/nonrahasia maupun finansial/nonfinansial.

Guna mengoptimalkan penerimaan pajak, SIN dapat dimanfaatkan oleh Ditjen Pajak (DJP) untuk memetakan sektor yang belum terdeteksi dalam sistem administrasi perpajakan dan menimbulkan tax gap dengan menggunakan konsep link and match SIN pajak. Dengan SIN, data WP dari berbagai sumber akan terkoneksi dengan sistem DJP. Dampaknya, setiap uang, baik dari sumber legal maupun ilegal dapat terekam secara utuh. Dengan demikian, tidak ada ruang bagi WP untuk tidak melaporkan penghasilan ke dalam SPT karena setiap penghasilan telah terpetakan melalui SIN.

Meningkatknya kepatuhan WP secara otomatis akan meningkatkan penerimaan pajak. Dengan demikian tercapai tujuan otoritas perpajakan, yakni agar tercipta kemandirian fiskal di Indonesia.

Perlindungan Data Pribadi Masyarakat

Setiap penerapan kebijakan perpajakan tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitu pula dengan penerapan SIN.

Penerapan SIN memiliki kelemahan karena penggunaannya berisiko tinggi apabila data warga masyarakat sampai bocor dan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini tentu menambah kekhawatiran terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan dari penerapan SIN.

Oleh karena itu, tujuan paling realistis yang dapat dilakukan oleh mereka yang menyusun sistem keamanan untuk mencegah kebocoran data tersebut adalah dengan menjamin bahwa usaha yang dilakukan untuk menyerang sistem itu lebih mahal dari hasil yang akan didapat. Hal ini akan membuat orang menjadi tidak tertarik untuk menyerang sistem yang dipakai untuk mengelola SIN.

Selain itu, pemerintah telah memiliki peraturan soal perlindungan data pribadi di era digital sebagai antisipasi terhadap potensi kebocoran data masyarakat. Aturan tersebut tertuang di dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 20 tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Sumber : Investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only