Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut tidak ada hubungan langsung pajak fasilitas kantor atau natura dengan pemeriksaan wajib pajak (WP).
Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menyebut kehadiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan untuk memperjelas kenikmatan yang dipungut atau dibebaskan pajak.
“Di sisi lain, konteks wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan berdasarkan profil risiko WP yang terus kita kembangkan, berdasarkan compliance risk management (CRM),” tutur Suryo dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (24/7).
“Secara absolut tidak ada hubungan langsung antara implementasi ketentuan natura dengan possibility wajib pajak dilakukan pemeriksaan, tergantung data dan informasi yang dimiliki apakah akan diperiksa atau diberikan layanan lain sebagai hasil dari CRM yang kita terapkan saat ini,” sambungnya.
Sebelumnya, beleid yang mengatur pungutan pajak terhadap beberapa fasilitas kantor itu diteken Menkeu Sri Mulyani pada 27 Juni lalu. Beleid ini resmi berlaku sejak 1 Juli 2023.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengikhlaskan kenikmatan yang didapat pekerja sepanjang 2022 lalu. Namun, fasilitas atau kenikmatan dari kantor yang diterima karyawan pada periode 1 Januari hingga 30 Juni 2023 tetap dipotong pajak dengan melapor secara mandiri.
“Karena belum dipotong perusahaan, harus dihitung sendiri yang diterima karyawan. Januari sampai Juni 2023 walau belum dipotong harus tetap dilaporkan. Perpajakan ini wajib, kita lihat di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kok belum lapor? Dilihat, dapat (natura) gak sih? Kalau dapat, ya harus lapor. Disetor sendiri,” jelasnya di Kantor Pusat DJP Kemenkeu, Jakarta Selatan, Kamis (6/7).
Kendati, Suryo membantah PMK Nomor 66 Tahun 2023 hanya menyasar kaum pekerja elite alias eksekutif. Ia menegaskan eksekutif perusahaan satu dengan yang lain bisa berbeda kelasnya.
Suryo menyebut pemerintah mengukur dari apa yang diterima karyawan, bukan kelompok mana yang dipajaki. Ia menekankan beleid ini diterbitkan berdasarkan asas kepantasan.
Sumber : www.cnnindonesia.com
Leave a Reply