PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah pemasukan negara dari konsumsi masyarakat. Sebelum dikenal sebagai PPN, pemungutan ini dikenal dengan istilah Pajak Pembangunan I (PPb I) dan Pajak Peredaran (PPe).
Berapakah tarif PPN yang harus dibayarkan masyarakat? Apakah ada karakteristik dalam pemungutannya? Bagaimana dengan jenis barang yang kena pajak?
Dikutip dari buku Pajak Pertambahan Nilai: Urgensi Penerapan Reverse Charge Mechanism karya Suparna Wijaya dkk, PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa dalam daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.
Sederhananya, PPN adalah sebuah pemungutan yang dibebankan atas transaksi jual beli akibat adanya pertambahan nilai. Orang atau masyarakat yang membayar PPN disebut sebagai konsumen akhir. Sedangkan yang memungut dan melaporkan PPN ke negara adalah penjual atau pedagang atau pemilik usaha.
Karakteristik Pemungutan PPN
Dalam pemungutannya, PPN memiliki beberapa karakteristik. Dikutip dari situs Kemenkeu RI, berikut adalah karakteristik pemungutan PPN:
1. Pajak Objektif
Karakteristik pemungutan PPN pertama yaitu pajak objektif. Artinya pemungutan PPN didasarkan pada objek pajak tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP) sebagai subjek pajak.
2. Pajak Tidak Langsung
Secara ekonomis, beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Namun, kewajiban memungut, menyetor, melapor akan menjadi kewajiban pihak yang menyerahkan barang atau jasa.
3. Multi Stage Tax
Dalam pemungutannya, PPN dilakukan secara berjenjang. Proses ini bisa dimulai dari pabrik hingga konsumen akhir.
4. Dipungut Menggunakan Faktur Pajak
Karakteristik pemungutan PPN dilakukan menggunakan faktur pajak. Sehingga Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pemungut pajak harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN.
5. Bersifat Netral
Dalam pemungutannya, PPN bersifat netral. Semuanya dikenakan baik atas konsumsi barang maupun jasa, dan dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan. PPn juga dipungut di tempat barang dan jasa dibeli atau diperoleh.
6. Non Duplikasi
Karakteristik pemungutan PPN selanjutnya adalah non duplikasi. Hal ini karena adanya mekanisme pengkreditan pajak masukan.
Tarif PPN di Indonesia
Berdasarkan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, berikut adalah tarif PPN di Indonesia:
- Seluruh produk di Indonesia termasuk Zona Ekonomi Eksklusif dan kontinen yang memberlakukan undang-undang kepabeanan adalah sebesar 10%.
- Ekspor barang berwujud, barang tak berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak adalah sebesar 0%.
- Barang mewah sebesar 10% hingga 200%.
- Tarif PPN barang dan jasa yang dikenai pajak 10% bisa saja mengalami perubahan yang dilakukan oleh pemerintah berwenang.
- Perubahan tarif bisa saja sebesar 5% – 20%.
Mekanisme Pemungutan PPN
Berikut adalah mekanisme pemungutan PPN yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/ PMK.03/2021. PMK-8/PMK.03/2020 tentang tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPnBM oleh BUMN, yaitu:
- PKP wajib memungut PPN dari pembeli atau penerima JKP dan atau BKP sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak, dan membuat faktur pajak sebagai bukti pemungutan atas penyerahan JKP dan atau BKP.
- Apabila pembeli merupakan pemungut PPN, PPN yang terutang tidak dipungut oleh PKP penjual, melainkan disetor langsung (setor sendiri) oleh pemungut PPN. Sehingga PKP penjual hanya menerima uang sebesar harga jual tanpa PPN 10%.
- PPN yang tercantum dalam faktur pajak merupakan pajak keluaran yang sifatnya adalah pajak yang harus dibayar bagi PKP penjual.
- PKP penjual ketika melakukan perolehan JKP dan atau BKP yang terutang, maka PPN yang terutang merupakan pajak masukan dengan syarat JKP dan atau BKP yang diperoleh memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
- Apabila jumlah pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan untuk setiap masa pajak, maka selisihnya harus disetor ke kas negara paling lambat akhir bulan berikutnya.
- Apabila jumlah pajak keluaran lebih kecil daripada pajak masukan, maka selisih tersebut menjadi kompensasi pada masa pajak berikutnya.
- PKP setiap bulannya wajib menyampaikan surat pemberitahuan atau SPT masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP terdaftar paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Intinya, PPN adalah pengganti pajak penjualan yang dibebankan pada masyarakat melalui transaksi jual beli yang dilakukan dengan penjual atau pedang. Nantinya, PPN tersebut akan disetorkan oleh pedagang atau penjual ke kas negara.
Sumber: finance.detik.com
Leave a Reply