Dicibir Faisal Basri, Nilai Pajak Hilirisasi Melejit 10 Lipat

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) buka suara perihal nilai pajak yang diproleh Indonesia melalui program hilirisasi atau pemurnian dan pemrosesan khususnya pada sektor pertambangan.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan bahwa Indonesia berhasil memperoleh pemasukan dari pajak khususnya pada tax holiday hilirisasi nikel di tahun 2022 mencapai Rp 17,96 triliun. Hal itu terhitung melonjak drastis bila dibandingkan dengan tahun 2016 yang hanya sebesar Rp 1,66 triliun.

“Penerimaan perpajakan tahun 2022 dari sektor hilirisasi nikel adalah Rp 17.96 triliun, atau naik sebesar 10.8x dibandingkan tahun 2016 sebesar 1.66 triliun,” ujar Seto dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (14/8/2023).

Adapun seto juga mengungkapkan pendapatan negara melalui Pajak Penghasilan (PPh) Badan sektor hilirisasi nikel di tahun 2022 mencapai Rp 7,36 triliun yang mana naik drastis dari tahun 2016 lalu yang hanya sebesar Rp 0,34 triliun.

“Untuk pendapatan PPh Badan tahun 2022 adalah Rp 7.36 triliun atau naik 21.6x dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp. 0.34 triliun,” tambahnya.

Seto bilang, jika kebijakan hilirisasi nikel tidak dilakukan sejak 2020 lalu, maka pendapatan melalui pajak tidak akan bertambah secara signifikan. Dia mengatakan penndapatan melalui ekspor bijih nikel pada tahun 2019 lalu pendapatan pajak ekspor hanya sebesar Rp 1,55 triliun atau sebesar 10% dari nilai ekspor bijih nikel.

“Jika kebijakan ekspor bijih nikel tetap dilakukan dengan menggunakan data tahun 2019, pendapatan pajak ekspor hanyalah sebesar US$ 0.11 miliar (Rp 1.55 triliun) atau 10% dari nilai ekspor bijih nikel sebesar US$ 1.1 milyar. Angka tersebut tetap lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan pajak dari sektor hilirisasi nikel sebesar Rp 3.99 triliun di tahun 2019,” tandasnya,” bubuh Seto.

Sebelumnya, terjadi perdebatan antara Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai program hilirisasi.

Hal ini berawal dari kritikan Faisal terhadap kebijakan hilirisasi nikel yang dinilainya hanya menguntungkan industrialisasi China. Apalagi kalau hilirisasi yang dilakukan baru sebatas produk Nickel Pig Iron (NPI) dan feronikel.

“Kalau hilirisasi sekedar dari bijih nikel jadi NPI atau jadi feronikel. NPI dan feronikel 99% diekspor ke China jadi hilirisasi Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di China itu dia, luar biasa,” ujar Faisal dalam diskusi Indef, dikutip Sabtu (12/8/2023).

Tak terima, Jokowi menyebut bahwa hilirisasi nikel justru telah membawa keuntungan bagi Indonesia. Mantan wali kota Solo ini lalu mempertanyakan hitung-hitungan dari Faisal Basri.

“Ngitungnya gimana? Kalau hitungan saya berikan contoh nikel, saat diekspor mentahan, bahan mentah setahun kira-kira hanya Rp 17 triliun, setelah masuk ke industri downstreaming, ke hilirisasi menjadi Rp 510 triliun,” kata Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta.

Menurut Presiden dengan meningkatnya nilai ekspor nikel hasil hilirisasi, maka penerimaan negara dari pajak akan lebih besar.

“Bayangkan saja kita negara itu hanya mengambil pajak, mengambil pajak dari Rp 17 triliun sama mengambil pajak dari Rp 510 triliun lebih gede mana? Karena dari situ, dari hilirisasi kita bisa mendapatkan PPN, PPH badan, PPH karyawan, PPH perusahaan, royalti bea ekspor, penerimaan negara bukan pajak semuanya ada di situ. coba dihitung saja dari Rp 17 triliun sama Rp 510 triliun gede mana?” kata Jokowi.

Tak berhenti di situ, Faisal Basri lagi-lagi merespon jawaban Presiden atas ucapannya itu. Menurut Faisal, angka yang disampaikan oleh Jokowi tidak jelas juntrungannya.

Dia memaparkan data pada tahun 2014 yang mana nilai ekspor bijih nikel dengan kode HS 2604 hanya sebesar Rp 1 triliun. “Jika berdasarkan data 2014, nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp1 triliun. Ini didapat dari ekspor senilai US$85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama yaitu Rp11,865 per US$,” jelas Faisal dalam keterangannya, Jumat (11/8/2023).

Dia juga mengungkapkan bahwa data 2022 lalu, nilai ekspor besi dan baja yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi dalam negeri sebesar US$ 27,8 miliar yang mana bila dikonversikan dengan rerata kurs Rupiah saat itu, nilai ekspor besi dan baja dengan kode HS 72 setara dengan Rp 413,9 triliun.

“Lalu, dari mana angka Rp510 triliun? Berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah US$27,8 miliar. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per US$, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp413,9 triliun,” beber Faisal.

Perusahaan-perusahaan smelter China Menurut Faisal menikmati “karpet merah” karena dianugerahi status proyek strategis nasional. “Kementerian Keuanganlah yang pada mulanya memberikan fasilitas luar biasa ini dan belakangan lewat Peraturan Pemerintah dilimpahkan kepada BKPM,” terang Faisal.

Sumber : cnbcindonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only