Buah Manis Pajak Digital

Jakarta. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merilis capaian penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) ke kas negara sebesar Rp 13,87 triliun per 31 Juli 2023. Upaya pemerintah untuk memungut pajak dari sektor ini berbuah manis setelah pertama kali diberlakukan 1 Juli 2020 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020.

Kebijakan ini muncul sebagai jawaban atas isu ketidaksetaraan pajak antara pedagang fisik (offline) dan pedagang online. Pemerintah perlu membuat aturan yang bisa melindungi pedagang konvensional. Pesatnya pertumbuhan e-commerce telah mengubah lanskap bisnis secara drastis sehingga pedagang online seringkali tidak dikenakan beban pajak yang sama seperti pedagang fisik. Hal tersebut menciptakan kecemburuan dalam persaingan bisnis dan merugikan penerimaan negara dari sisi perpajakannya.

Perkembangan e-commerce di satu sisi memberikan dampak positif terhadap perekonomian dengan membuka peluang baru bagi para pedagang dan pengusaha kecil maupun besar. Di sisi lainnya juga menghadirkan sejumlah masalah pajak karena sifat transaksi yang lintas batas dan cenderung tanpa batasan geografis. Di samping itu penerapan regulasi perpajakannya menjadi lebih kompleks serta platform e-commerce dan pedagang online tidak selalu tunduk pada kewajiban pajak yang sama seperti pedagang tradisional di toko fisik.

Oleh karena itu, banyak negara termasuk Indonesia merasa perlu untuk mengatasi isu-isu tersebut dengan menerapkan PPN atau PMSE pada transaksi e-commerce. Tujuan utama dari penerapan ini adalah untuk menciptakan kondisi persaingan yang sehat antara pedagang online dan offline, serta untuk memastikan bahwa negara tetap menerima pendapatan pajak yang seharusnya.

Adapun rincian penerimaan PPN dari PMSE yang masuk ke kas negara yaitu Rp 731,4 miliar setoran 2020, Rp 3,90 triliun setoran 2021, Rp 5,51 triliun setoran 2022, dan Rp 3,73 triliun setoran 2023. Sedangkan setoran yang berjumlah Rp 13,87 triliun berasal dari 139 pelaku usaha PMSE.

Lindungi Kepentingan UMKM

Berdasar rilis Kementerian Koperasi dan UKM 2022, saat ini ada sekitar 64 juta pengusaha yang bergerak di sektor mikro. Sektor ini sangat dominan yakni 99% jika dibandingkan dengan total pengusaha yang ada di Indonesia. Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto 60,5% dan menyumbang total tenaga kerja 96,9%. Artinya, masyarakat dan ekonomi Indonesia sangat bergantung pada keberadaan UMKM.

Kebijakan perpajakan saat ini, pengusaha baik Badan dan Orang Pribadi (OP) yang mempunyai omzet sampai dengan Rp 4,8 miliar/tahun dikecualikan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga tidak diwajibkan untuk memungut PPN. Adapun pengusaha OP yang beromzet kurang dari 500 juta/tahun dibebaskan dari PPh Final 0,5%.

Upaya ini dilakukan semata-mata agar sektor UMKM semakin berkembang dan membuka lapangan kerja yang lebih luas. Pengusaha kerajinan tangan misalnya, yang omzetnya tidak mencapai 500 juta/tahun tidak perlu pusing membayar pajak penghasilan (PPh) karena memang mendapatkan keringanan bebas pajak. Diharapkan dengan kebijakan ini akan muncul pengusaha-pengusaha baru yang lahir dari olah ide kearifan lokal dan industri kreatif sehingga mereka fokus untuk membesarkan bisnis tanpa terbebani pajak.

Dalam hal pembiayaan, porsi kredit UMKM terhadap total kredit perbankan pada Februari 2022 mencapai 21,43%. Fakta ini harus dimanfaatkan pemerintah agar lebih banyak memberikan sosialisasi kepada pengusaha UMKM hingga ke pelosok desa. Diskon pajak yang diberikan pemerintah bisa dimanfaatkan pelaku UMKM untuk menambah modal sehingga bisa naik kelas menjadi pengusaha besar.

Namun harus diakui bahwa upaya untuk meng-upgrade UMKM agar naik kelas beromzet lebih Rp 4,8 miliar/tahun punya tantangan sendiri. Salah satunya yaitu kapasitas manajerial atau operasional pelaku UMKM masih tergolong rendah. Semangat berbisnis dan berdagang tidak diimbangi dengan pemanfaatan teknologi digital yang semakin berkembang cepat.

Kendala lainnya yakni indikator UMKM naik kelas di tiap lembaga berbeda-beda. Sedangkan di PP 7/2021 tentang kemudahan, perlindungan, pemberdayaan koperasi dan UMKM menyebutkan hanya menggunakan omset usaha. Dengan demikian, perlu penyeragaman definisi dan klasifikasi UMKM sehingga tidak terjadi perbedaan penafsiran.

UMKM Go Digital

Dari total 64 juta UMKM yang ada, Kementerian Koperasi dan UKM mencatat baru 8 juta UMKM yang sudah go online. Padahal pemerintah telah menargetkan 30 juta UMKM onboard digital pada 2024. Tetapi jumlah ini masih lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sebab terjadi peningkatan cukup signifikan pengguna platform.

Usaha digitalisasi UMKM harus diimbangi dengan perluasan jaringan dan kemampuan pembukuan. Pelaku usaha yang telah menjadi pengusaha besar harus masuk ke dalam sistem perpajakan untuk mempermudah akses pembiayaan. Upaya meningkatkan transaksi bisnis ini harus ditopang oleh banyak aspek pendukung termasuk akselerasi pengembangan usaha dengan memanfaatkan market supply chain.

Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo menargetkan belanja APBN sebesar Rp 400 triliun agar dialokasikan untuk produk dalam negeri dalam satu tahun. Artinya, pemerintah menaruh perhatian besar pada sektor UMKM karena menjadikan mereka sebagai objek penyerapan anggaran.

Di lain sisi Indonesian E-Commerce Association (idEA) mengklaim saat ini ada sekitar 19 juta pelaku UMKM yang sudah berjualan di platform digital. Sebanyak 9,9 juta UMKM diantaranya bergabung ke platform digital Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia dalam rentang Mei 2020 hingga Februari 2022.

Jika target 30 juta UMKM go digital ini tercapai pada 2024, akan terjadi perputaran uang yang sangat besar dalam pasar digital. Pemerintah telah memberikan stimulus dan berbagai fasilitas agar UMKM bisa berkembang. Rencana tersebut berpotensi meningkatkan pajak digital yang bisa masuk penerimaan negara di masa depan. Win-win solution ini pada akhirnya meningkatkan omzet UMKM, ekspansi operasional, peningkatan jumlah karyawan, dan perluasan pangsa pasar sehingga mereka mampu naik kelas menjadi pengusaha besar.

Sumber : detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only