Hambat Investasi, Bahlil Kembali Tolak Pajak Minimum Global 15 Persen

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan pajak minimum global dengan tarif sebesar 15% sebagaimana diatur dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) merugikan negara berkembang.

Bahlil mengatakan negara berkembang perlu memberikan insentif pajak kepada investor agar negara berkembang memiliki posisi yang sama di mata investor dibandingkan dengan negara maju.

“Mereka [negara maju] infrastrukturnya bagus, bunga pinjamannya kecil, industri sudah ratusan tahun ada. Negara-negara berkembang yang punya SDA yang baru start, pasti baseline-nya berbeda. Lalu instrumen apa yang harus membuat kita sama? Di Indonesia selama ini sweetenertax holiday itu,” ujar Bahlil dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Senin (4/9/2023).

Menurut Bahlil, pajak minimum global sesungguhnya tidak bertujuan untuk menekan praktik penghindaran pajak melalui tax haven countries, melainkan untuk menghambat investasi di negara berkembang termasuk Indonesia.

“Kalau pajak semua disamakan 15%, berarti kan kita tidak apple-to-apple. Ini sama dengan strategi untuk investor ini membangun industri di negaranya dan memaksa kita mengirim bahan baku. Saya enggak tahu menteri yang lain, tetapi pandangan saya ini butuh kajian yang mendalam,” ujar Bahlil.

Bahlil pun mewanti-wanti bila insentif pajak yang diberikan oleh Indonesia terdampak oleh pajak minimum global dan tidak ada fasilitas baru untuk menggantikan insentif tersebut, program hilirisasi akan terhambat.

“Eropa membuat undang-undang agar baterai harus dibangun di dekat pabrik mobil. Ini semua mainan, tujuannya agar semua industri ketarik ke sana. Mereka melihat keunggulan komparatif kita, yakni memiliki bahan baku dan ada tax holiday. Kalau semua itu ditarik, berarti mereka memaksa kita mengirim bahan baku,” ujar Bahlil.

Untuk diketahui, pajak minimum global dengan tarif efektif minimal sebesar 15% berlaku atas perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas €750 juta per tahun. Pajak minimum global berlaku sebagai common approach. Artinya, setiap yurisdiksi perlu mengadopsi pajak minimum melalui ketentuan domestiknya masing-masing.

Bila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tak mencapai 15% maka top-up tax berhak dikenakan oleh yurisdiksi tempat korporasi multinasional bermarkas. Pengenaan top-up tax dilakukan berdasarkan income inclusion rule (IIR).

Sumber : news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only