RI Terancam Gagal Maju, Kantor Sri Mulyani Rancang Ini!

Kementerian Keuangan telah mendesain anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akan terus diarahkan mendukung pencapaian visi Indonesia Maju pada 2045.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Abdurohman mengatakan, anggaran itu terutama akan ditujukan untuk tiga masalah yang selama ini menghambat gerak laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Tiga masalah itu ia sebut sebagai three gap, yakni human capital gap, infrastructure gap, serta institusional gap. Ketiganya akan terus menjadi fokus penanganan dengan APBN dalam jangka menengah panjang.

“Ini yang menjadi PR besar kita juga saya kira, dan telah menjadi fokus pemerintah karena ada tiga tantangan utama yang kita hadapi sering disebut sebagai three gap, gap human capital, infrastruktur, serta institutional gap,” kata Abdurohman dalam acara Indonesia Economic Outlook Seminar 2024, Selasa (21/11/2023).

Pos anggaran untuk penanganan gap yang pertama, yakni human capita gap, didesain untuk peningkatan mutu pendidikan, penguatan fasilitas kesehatan dan layanan kesehatan, perbaikan nutrisi, hingga peningkatan kualitas tenaga kerja melalui program vokasi.

Sedangkan pos anggaran kedua yang akan selalu ada untuk penanganan infrastructure gap ialah dalam bentuk peningkatan infrastruktur dasar, infrastruktur TIK, insfrastruktur energi, serta infrastruktur kesehatan lingkungan.

Terakhir, permasalahan institutional gap akan terus diakomodir dengan APBN dengan tujuan untuk perbaikan regulasi dan reformasi birokrasi, kemudahan berusaha melalui OSS, penguatan sektor keuangan melalui pemanfaatan pedoman dalam UU P2SK, serta pembentukan sovereign wealth fund yang telah diakomodir melalui Indonesia Investment Authority atau INA.

“Jadi tiga hal itu yang akan terus di address oleh pemerintah melalui APBN untuk menciptakan SDM yang unggul, menyediakan infrastruktur yang memadai, dan perbaikan kualitas institusinya. Saya kira dengan itu kita mampu mempercepat transformasi ekonomi kita,” tutur Abdurohman.

Permasalahan ini pula yang menjadi penyebab tren perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Sebab, sejak 1970-1997 Indonesia tak lagi pernah memperoleh catatan rata-rata pertumbuhan ekonomi tinggi sekitar 7%.

Didukung dengan pertumbuhan investasi 12,1%, dan pertumbuhan industri manufaktur 11,4%, pertumbuhan total factor productivity (TFP) 1,7%, ICOR 4,5%, dan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB yang memang masih 15,1%.

Namun, pada periode 2000-2009, pertumbuhan ekonomi bergerak ke level 5,3% secara rata-rata, dengan pertumbuhan investasi hanya 7,2%, pertumbuhan industri manufaktur menjadi 4,6%, pertumbuhan TFP 1,5%, ICOR melonjak menjadi 6,1% dan share manufaktur mampu naik menjadi 22,8%.

Akan tetapi, pada periode 2021-2022 kinerja ekonominya kian memburuk, dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata du kisaran 4,5%, investasi hanya sebesar 3,8% pertumbuhannya, industri manufaktur hanya tumbuh 4,1%, TFP 0,8%, ICOR 7,6%, dan kontribusi manufaktur ke PDB 18,8%.

“Ada perlambatan pertumbuhan secara konsisten, kalau kita bandingkan ekonomi kita sebelum krisis 97-98, jadi kita lihat ekonomi kita terus tumbuh melambat. Tahun 70-an sampai 1997 kita mampu tumbuh rata-rata sekitar 7% dengan pertumbuhan investasi dan manufaktur tumbuh double digit,” ucap Abdurohman.

Oleh sebab itu, ia menekankan, perbaikan kondisi ekonomi supaya bisa betul-betul merealisasikan mimpi Indonesia Emas pada 2045 adalah dengan mengakomodir penanganan tiga permasalahan gap. Dengan penanganan itu maka kinerja pertumbuhan ekonomi mampu kembali ke level yang cepat.

“Ini saya kira menjadi catatan bahwa kalau kita ingin mendorong pertumbuhan tinggi kita tidak bisa tidak untuk mendorong kembali investasi untuk tumbuh lebih tinggi dan juga industri manufaktur,” ungkap Abdurohman.

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only