Implementasi Penuh Penggunaan NIK Mundur, NPWP Lama Masih Bisa Dipakai

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan format 15 digit masih dapat digunakan hingga pertengahan 2024. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (13/12/2023).

Hal tersebut sebagai dampak mundurnya jadwal implementasi penuh penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP atau NPWP 16 digit dari semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024 seiring dengan diterbitkannya PMK 136/2023 yang mengubah PMK 112/2022.

“Dengan adanya pengaturan kembali ini maka NPWP dengan format 15 digit (NPWP lama) masih dapat digunakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2024,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Dwi Astuti dalam keterangan resmi.

Sesuai dengan Pasal 13, pada saat PMK 136/2023 mulai berlaku (12 Desember 2023), ketentuan mengenai pencantuman NPWP dengan format 15 digit dan terbit sebelum 1 Juli 2024 tetap berlaku dan tidak diperlukan pembetulan ataupun penggantian atas ketentuan pencantuman NPWP 15 digit.

Hingga 7 Desember 2023, sebanyak 59,56 juta NIK yang telah dipadankan dengan NPWP. Sebanyak 55,76 juta dipadankan oleh sistem dan 3,80 juta dipadankan oleh wajib pajak. Jumlah pemadanan tersebut mencapai 82,52% dari total wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Selain penggunaan NPWP dengan format 15 digit, ada pula ulasan terkait dengan fasilitas kepabeanan impor barang kiriman untuk pekerja migran. Kemudian, ada bahasan tentang penerapan prinsip ultimum remedium di bidang cukai pada tahap penyidikan.

Penyesuaian Waktu Implementasi CTAS

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan dimundurkan jadwal implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP atau NPWP 16 digit mempertimbangkan keputusan penyesuaian waktu implementasi coretax administration system (CTAS) pada pertengahan 2024.

Selain itu, ada pertimbangan terkait dengan telah dilakukannya asesmen kesiapan seluruh stakeholder terdampak, seperti instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak ketiga lainnnya (ILAP) serta wajib pajak.

“Maka kesempatan ini diberikan kepada seluruh stakeholder untuk menyiapkan sistem aplikasi terdampak sekaligus upaya pengujian dan habituasi sistem yang baru bagi wajib pajak,” ujar Dwi. Simak pula ‘Implementasi Penuh NIK sebagai NPWP Mundur, Ini Keterangan Resmi DJP’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Mulai 1 Juli 2023

Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) PMK 112/2022 s.t.d.d PMK 136/2023, terhitung sejak 1 Juli 2024:

  • wajib pajak menggunakan NIK sebagai NPWP dan NPWP dengan format 16 digit dalam layanan administrasi yang diselenggarakan oleh Ditjen Pajak (DJP) dan pihak lain;
  • wajib pajak menggunakan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) sebagai identitas tempat kegiatan usaha yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan; dan
  • pihak lain yang menyelenggarakan layanan administrasi yang mencantumkan NPWP harus menggunakan NIK sebagai NPWP dan NPWP dengan format 16 digit dalam layanan dimaksud.

Dirjen pajak atas nama menteri keuangan dapat memberi perpanjangan batas waktu kepada pihak lain berdasarkan pertimbangan kesiapan sistem administrasi pihak lain dimaksud. Simak ‘PMK Baru! Implementasi Penuh NIK sebagai NPWP Mundur Jadi 1 Juli 2024’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Fasilitas Kepabeanan Impor Barang Kiriman Pekerja Migran Indonesia

Pemerintah telah menerbitkan PMK 141/2023 yang mengatur pemberian fasilitas kepabeanan atas impor barang kiriman para pekerja migran Indonesia (PMI).

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan fasilitas ini menjadi bentuk dukungan pemerintah kepada PMI yang ingin mengirimkan barang ke kampung halaman. Melalui PMK 141/2023, diatur pembebasan bea masuk atas impor barang kiriman PMI senilai total US$1.500 per tahun.

Askolani mengatakan PMK 141/2023 antara lain memuat beberapa hal pokok seperti ketentuan pembebasan bea masuk barang kiriman, barang bawaan penumpang berupa handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT), serta barang pindahan.

Dia menjelaskan sebelum adanya PMK 141/2023, pengiriman barang PMI masih mengacu pada aturan umum barang kiriman yaitu PMK 96/2023 s.t.d.d PMK 111/2023. Simak ‘Resmi! Fasilitas Kepabeanan Impor Barang Kiriman untuk Pekerja Migran’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Ultimum Remedium di Bidang Cukai

Pemerintah telah menerbitkan PP 54/2023 mengenai pelaksanaan prinsip ultimum remedium di bidang cukai pada tahap penyidikan. Dengan prinsip tersebut, proses penyidikan dapat dihentikan setelah yang bersangkutan membayar sanksi administratif berupa denda.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan penerapan prinsip ultimum remedium atas pelanggaran pidana di bidang cukai bertujuan menciptakan keadilan restoratif (restorative justice) yang lebih objektif.

“Bayangkan 2 karton [rokok ilegal] harus disidik dan dibawa ke pengadilan, antara biaya untuk penegakan hukum dan kerugian yang diakibatkan tindak pidananya bisa tidak imbang. Makanya perlu restorative justice,” katanya.

Menteri keuangan, jaksa agung, atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam waktu 6 bulan sejak tanggal surat permintaan. (DDTCNews)

Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan

Kementerian Keuangan menerbitkan PMK 129/2023 untuk menyesuaikan ketentuan pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB). Peraturan sebelumnya, yaitu PMK 82/2017, perlu diganti karena belum cukup menampung penyesuaian pengaturan yang diperlukan.

Salah satu poin terbaru dalam PMK 129/2023 ialah pemberian pengurangan PBB secara jabatan. Merujuk pada Pasal 16 ayat (1) PMK 129/2023, pengurangan PBB secara jabatan diberikan kepada wajib diberikan kepada wajib pajak dalam hal objek pajaknya terkena bencana alam.

Bencana alam yang dimaksud adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana. (DDTCNews)

Kerja Sama Ombudsman dan DJP

Ombudsman dan DJP menyepakati kerja sama untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik pada bidang perpajakan. Hal ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) yang dilakukan Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dan Dirjen Pajak Suryo Utomo, Senin (11/12/2023). Penandatanganan PKS turut disaksikan Ketua Ombudsman Mokhammad Najih.

“Ruang lingkup PKS ini di antaranya percepatan penyelesaian laporan/pengaduan masyarakat, pencegahan maladministrasi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan permintaan atau pemberian data dan/atau informasi terkait pelaksanaan tugas dan fungsi,” tulis Ombudsman dalam laman resminya. (DDTCNews)

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only