Pendistribusian dan Penjualan Meterai Tempel, Pos Indonesia Teken Kontrak dari Ditjen Pajak

Meterai tempel atau meterai fisik berupa benda keping selama ini identik dengan PT Pos Indonesia (Persero). Produk benda meterai tempel ini sejatinya berasal dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Pos Indonesia mendapat tugas atau amanah dari Kementerian Keuangan untuk mendistribusikan dan menjual meterai tempel melalui Kantorpos di seluruh pelosok daerah. Kerja sama Ditjen Pajak sebagai pemberi mandat kepada Pos Indonesia di validasi tiap tahunnya dengan meneken surat perjanjian kerja di tahun berjalan.

Mengawali kerja awal 2023, Ditjen Pajak dan PT Pos Indonesia kembali duduk bersama untuk melakukan review, laporan, validasi, dan kompensasi terkait pekerjaan distribusi dan penjualan meterai tempel. Ini menjadi tanggung jawab dan tugas yang diemban Direktorat Bisnis Jasa keuangan PT Pos Indonesia (persero).

Pertemuan di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, dihadiri jajaran PT POs Indonesia diantaranya, Kiagus Muhammad Amran (SVP Sales and Marketing Financial Service), Yudha Pribadhi (VP Financial Service Product Management), Ria Marantika (Manager Konsinyasi dan Filateli).

Sementara dari jajaran pejabat Ditjen Pajak hadir Agus Abdurohim (Kepala seksi Evaluasi Dit. Kepatuhan dan Penerimaan) dan Nur Fathoni (PPK & Kasubbag Akuntansi dan Pelaporan DJP).

M. Amran menjelaskan tentang pekerjaan untuk pendistribusian dan penjualan meterai tempel ini di komposisi struktur organisasi PT Pos Indonesia (Persero), merupakan bagian pekerjaan dari konsinyasi.

“Jadi kami PT Pos Indonesia yang diberi kepercayaan untuk itu dan bahwa dalam distribusi dan penjualan Pos Indonesia tentu punya kewajiban untuk bisa mendistribusikan ke seluruh Indonesia dengan harga jual yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak,” ujarnya, Kamis (5/1/2023).

Direktorat Bisnis Jasa Keuangan, lanjut Amran, menjadi bagian dari pekerjaan mendistribusikan produk-produk dari pemerintahan. Bila dulu Pos Indonesia dikenal dengan mengelola akte, maka sekarang meterai tempel juga menjadi bagian yang dikelola Pos Indonesia.

Ditemui di Gedung DJP, Agus Abdurohim menjelaskan alur pelaporan Pos Indonesia khusus untuk meterai tempel. Tugas dari direktorat Kepatuhan dan Penerimaan antara lain mengelola penerimaan pajak dari bea meterai atas dokumen.

“Salah satu tugas kami adalah mengevaluasi pembayaran pajak dari bea meterai tersebut. Karena hasil penjualan meterai tersebut masuk ke kas negara. kami melakukan evaluasi, naik turunnya, trennya, historisnya. Kami pun memberikan endorsement, dan memvalidasi klaim penjualan yang diajukan oleh PT Pos,” ucapnya.

Kegiatan tahunan antara PT Pos Indonesia dan Ditjen Pajak ini dituangkan dalam kesepakatan kerja sama atau Memorandum of Understanding (MoU).

Penandatanganan terkait kontrak kerja dan berikut kompensasi dari Ditjen Pajak kepada PT Pos Indonesia ini dilakukan M. Amran dari Pos Indonesia dan Nur Fathoni dari sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Ditjen Pajak.

Perbaruan dalam kesepakatan kerja kali ini adalah mekanisme perjanjian kerja sama yang berubah menjadi kontrak.

Sebagai PPK, Nur Fathoni menerangkan bentuk mekanisme kerjasama ini memberikan kepastian dalam skema kompensasi ke PT Pos Indonesia (Persero).

“PT Pos Indonesia sudah lama dapat penugasan dari pemerintah terkait dengan distribusi dan penjualan meterai tempel. Kemudian dengan amanat UU No 10 Tahun 2020 dan juga Peraturan Menteri Keuangan No 133 Tahun 2021, itu yang mengubah kalau sebelumnya dengan mekanisme perjanjian kerja sama atau PKS, kemudian menjadi kontrak,” tuturnya, usai penandatanganan MoU dengan Pos Indonesia, Kamis (5/1/2023).

Ia melanjutkan, jadi mekanisme kontrak itu sejak 2022, ini adalah tahun kedua. Tahun kedua mekanisme perjanjian antara DJP dengan PT Pos Indonesia diubah dari PKS diubah menjadi kontrak.

Meski namanya kontrak, tambahnya, dari sisi ketentuan barang kebutuhan dan jasa maka sebenarnya dengan kontrak ada kepastian yang jadi pegangan Pos Indonesia. Beberapa hal, menjadi lebih pasti dengan mekanisme kontrak ini.

Berdasarkan ketentuan, lanjutnya, PT Pos Indoensia mendapat kompensasi dari negara dari mendistribusikan dan menjual meterai tempel.

“Kompensasinya adalah 478 rupiah per keping termasuk PPN nya. itulah yang menjadi hak PT Pos Indonesia. Di ketentuan juga diatur bahwa dari PT Pos juga bisa mengajukan misalkan sudah sekian tahun belum ada kenaikan. (Sementara) dari operasional ada kenaikan. Itu juga ada kententuan yang memberikan ruang PT Pos untuk mengajukan kenaikan. Itu dimungkinkan,” katanya.

“Jadi gak bisa DJP bikin kontrak tapi gak ada anggarannya. Jadi, harus ada DIPA dulu baru kemudian buat kontrak. Kemudian juga terkait dengan pembayaran. Di kontrak sekarang lebih pasti,” ucapnya melanjutkan.

Jadi, sambungnya, kalau dulu mungkin bisa molor pembayarannya, kalau sekarang kontrak mulai 2022 itu, pihaknya state bahwa atas pekerjaan yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia yang harus dibayar setiap termin. Termin itu apa, yaitu minimal satu bulan dengan minimal 5 juta keping yang dijual.

“Makanya kalau dari sisi prosedurnya itu adalah setiap kali pada tiap bulan PT Pos sudah melakukan penjualan berapa juta keping, itu yang kemudian disetor ke negara. Kemudian PT Pos lapor ke DJP, ini lho kita sudah melakukan pekerjaan sekian selama sebulan. Kemudian (Pos Indonesia) melakukan klaim kompensasinya,” ucapnya.

Dari sisi bisnis, Amran menjelaskan bahwa PT Pos Indonesia mendapat kompensasi dari pendistribusian dan penjualan meterai tempel ini.

“Karena kita mendistribusikan dan menjual itu ada kompensasi yang diberikan pemerintah dalam hal ini Ditjen Pajak. Kita menyiapkan meterai itu sampai ke pelosok-pelosok kecamatan dengan harga sesuai yang ditetapkan pemerintah. Jadi kami dapat kompensasi dari pemerintah,” tutur Amran. Dari sisi evaluasi hingga validasi, kinerja Pos Indonesia diapresiasi positif oleh Ditjen Pajak.

Agus Abdurohim dan Nur Fathoni senada mengutarakan kinerja apik Pos Indonesia yang mengerjakan mandat dari Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dalam hal ini Ditjen Pajak.

“Saya menjadi PPK, ini tahun kedua. Kita lihat performa pos di tahun 2022. Kalau kita lihat dari 2022 itu perform nya sangat bagus. Jadi nilai total penjualan itu 556 ratus juta keping, yang sebenarnya di kontrak kita di 2022 itu gak sampai segitu,” kata Nur Fathoni.

Ia menambahkan, jadi itu lebih dari kontrak sebenarnya. Cuma dari 556 ratus juta ini, yang 51 juta (keping) penjualan pada Desember. Penjualan Desember posisinya adalah tahun lalu, (karenanya) pembayarannya tidak mungkin di tahun 2022.

“Pos nanti mintakan ke kami pada Januari ini. Jadi memang termasuk kontrak yang kita tanda tangani hari ini kontrak 2023 untuk mengcover penjualan Desember 2022,” ujarnya.

Agus Abdurohim pun menilai bagus performa Pos Indonesia terkait pendistibusian dan penjualan meterai tempel ini.

“Sejauh ini kinerja Pos kami rasa sudah baik. hanya kalau soal naik turun penjualan itu memang tergantung keperluan di masyarakat. Sebagai contoh, di tahun 2020 pada saat pandemi terjadi, drop penjualan. Tahun 2021 ada peningkatan, 2022 ada peningkatan lagi. Semoga ke depan semakin baik. Walau ada isu resesi tetap ada peluang. Kalau kita berpikir positif, tetap ada peluang,” kata Agus optimis.

Meterai Tempel Resmi Satu Ukuran Senilai 10 Ribu Rupiah

Pos Indonesia mendapat tugas dari Kemenkeu untuk mendistribusikan dan menjual meterai tempel melalui Kantorpos di seluruh pelosok daerah. (Foto: PT Pos Indonesia)

Sejak 2021, meterai senilai Rp10.000 digunakan untuk dokumen resmi. Sejak itu pula, meterai Rp10.000 telah beredar di Kantorpos, toko ritel, dan marketplace. Materai Rp10.000 ini menggantikan meterai tempel desain tahun 2014 nominal Rp3.000 dan Rp6.000.

Pemberlakuan materai baru ini sesuai dengan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.03/2021.

Pada September 2020 silam, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan adanya perubahan mendasar mengenai tarif, menyangkut penyesuaian besaran tarif bea materai yang menjadi satu lapis tarif tetap, yaitu sebesar Rp10.000.

Menurutnya, penyesuaian tarif dilakukan dengan tetap mempertimbangkan pendapatan per kapita, daya beli masyarakat dan kebutuhan penerimaan negara.

“Kalau saat ini sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan bahwa meterai itu tinggal 1 ukuran nilai saja. Kalau dulu ada 6000 (rupiah), 3000 (rupiah), nah sekarang meterai tempel itu 10 ribu untuk dokumen-dokumen yang membutuhkan pemeteraian dengan nilai Rp5 juta dan itu di sahkan pada 2022,” kata Muhamad Amran, SVP Sales and Marketing Financial Service PT Pos Indonesia.

Sebelumnya, meterai tempel Rp6.000 digunakan untuk dokumen dengan nilai transaksi di atas Rp1 juta, sedangkan meterai tempel Rp3.000 digunakan untuk dokumen dengan transaksi di bawah Rp1 juta.

Sementara untuk penjualannya, Pos Indonesia menjual seharga yang tertera di keping meterai tempel tersebut.

“Kalau ini adalah dari sisi UU 10 Tahun 2020 tentang bea meterai, memang negara memberikan privilege khusus untuk PT Pos terkait distribusi dan penjualan meterai tempel ini. Pos bisa menjual ke siapapun, tapi memang PT Pos menjualnya harus Rp10.000. Yang boleh menjual lebih dari Rp10.000 adalah agennya. Memang dibolehkan utk agen, tapi dari PT Pos tidak boleh lebih dari Rp10.000,” tutur Nur Fathoni.

Berikut dokumen yang dipakai untuk meterai 10.000:

• Surat perjanjian, surat pernyataan, dan surat lainnya yang sejenis beserta rangkapnya.

• Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipan. 
Akta pejabat pembuat akta tanah, salinan, dan kutipannya.

• Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun.

• Dokumen untuk transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka
Dokumen lelang berisi kutipan risalah lelang, minuta, risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang.

• Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000 (lima juta rupiah), menyebutkan penerimaan uang, atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya, atau sebagian sudah dilunasi.

• Dokumen lain yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah.

Sumber okezone.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only