Siapkan Aturan Teknis Pajak Natura, Dua Hal Ini Jadi Pertimbangan Ditjen Pajak

Pemerintah segera memberlakukan pajak untuk pemberian fasilitas perusahaan atau pajak natura. Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyusun dan menggodok Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan mengatur ketentuan teknis pajak natura.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, nantinya PMK pajak natura yang segera diterbitkan pemerintah akan mengatur secara detail mengenenai kriteria atau batasan nilai terhadap barang-barang yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh).

“Pengaturan detail pajak natura memang sedang kami buat, bahasanya ada beberapa koridor kriteria atau batasan dalam UU, atau lima kelompok itu yang dikecualikan. Di PP dijelaskan masing-masing, nah nanti di PMK ini akan mendefinisikan barang yang ada di masing-masing kelompok tadi, termasuk batasannya,” ujar Suryo dalam Media Briefing DJP, Selasa (10/1).

Untuk itu, Suryo meminta wajib pajak untuk menunggu aturan teknis pajak natura tersebut dan diupayakan akan segera terbit. Namun yang pasti, dalam menentukan batasan-batasan nilai dari kelompok pengecualian objek PPh, pihaknya akan terus mempertimbangkan dari sisi keadilan dan kepantasan.

“Nanti kami rumuskan di PMK dan mohon ditunggu, kira-kira tidak lama lagi. Kira-kira batasan dari kepantasan tadi, pantasanya berapa si untuk makanan misalnya,” katanya.

“Jadi saya belum bisa memberikan secara clear batasannya karena kita sedang jalan untuk pendetailan dan pendefinisian dari batasan masing-masing jenis barang dan kenikmatan yang terkategori sebagai natura yang bukan penghasilan,” tambah Suryo.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menegaskan, pajak natura ini bukan merupakan pajak baru lantaran sudah ada sejak Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) dan saat ini diatur dengan lebih baik supaya ada keadilan.

Misalnya saja fasilitas olahraga mewah seperti golf tidak dikecualikan sebagai objek PPh lantaran hanya digunakan oleh segilintir orang tertentu saja dan bukan dalam rangka pekerjaan yang merupakan keharusan.

“Ini jadi reformasi yang harus mengadress keadilan dan fairness dan kepantasan. Kepantasan itu kan common sense, pantas atau tidak pantas sih kalau yang mendapat hanya segelintir, yang lain tidak mendapatkan?,” kata Yustinus.

Sumber : Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only