Melalui PP 55/2022, pemerintah mengubah ketentuan penghitungan pajak penghasilan (PPh) final UMKM terutang yang selama ini diatur dalam PP 23/2018. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (19/1/2023).
Perubahan ketentuan terjadi untuk wajib pajak orang pribadi UMKM karena ada kebijakan omzet hingga Rp500 juta yang tidak dikenai PPh. Kebijakan ini, sesuai dengan UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu.
“Bagian peredaran bruto dari usaha tidak dikenai pajak penghasilan … merupakan jumlah peredaran bruto dari usaha yang dihitung secara kumulatif sejak masa pajak pertama dalam suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak,” penggalan Pasal 60 ayat (3) PP 55/2022.
Untuk wajib pajak orang pribadi, pajak terutang dihitung berdasarkan tarif PPh bersifat final sebesar 0,5% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP) setelah mempertimbangkan bagian peredaran bruto dari usaha (sampai dengan Rp500 juta) yang tidak dikenai pajak.
Sementara untuk wajib pajak badan, penghitungan tetap sama, yakni berdasarkan tarif PPh bersifat final sebesar 0,5% dikalikan dengan DPP. Adapun wajib pajak badan itu berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas, atau BUMDes/BUMDesma.
Sumber : news.ddtc.co.id
Leave a Reply