Siap-Siap, PLTU Tak Penuhi Target Penurunan Emisi Bakal Kena Pajak Karbon

Pemerintah berkomitmen untuk mengurangi pembuangan emisi gas rumah kaca (GRK), di antaranya melalui kebijakan perdagangan karbon dan rencana pengenaan pajak karbon.

Mekanisme perdagangan karbon sendiri resmi dimulai untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara, yang aturannya tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 16 Tahun 2022, tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.

Salah satu instrumen yang digunakan dalam pengukuran transaksi perdagangan karbon melalui Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU), yang di fase awal 2023 berlaku untuk 99 PLTU.Lewat aturan ini, Plt Dirjen Ketenagalistrikan ESDM Dadan Kusdiana buka kemungkinan, perusahaan pembangkit listrik yang tidak memenuhi ketentuan PTBAE-PU terancam dikenai sanksi berupa pembayaran pajak karbon.

“Ini bisa menjadi salah satu cara. Kalau dia tidak bisa memenuhi, sebagai jalan keluarnya ya bayar pajak karbon,” ujar Dadan di Jakarta, Selasa (24/1).

Adapun menurut Pasal 12 Permen ESDM 16/2022, alokasi PTBAE-PU untuk PLTU pada 2023 sebesar 100 persen. Sementara alokasi setelah 2023 diberikan sesuai dengan hasil transaksi perdagangan karbon pada periode satu tahun sebelumnya.

Ketentuannya, untuk hasil transaksi perdagangan karbon lebih dari atau sama dengan 85 persen akan diberikan alokasi PTBAE-PU sesuai dengan hasil transaksi perdagangan karbon. Sementara transaksi yang kurang dari 85 persen diberikan PTBAE-PU sebesar 85 persen.

Namun begitu, Dadan menegaskan, tujuan utama aturan tersebut bukan untuk meraup keuntungan dari pajak karbon. Tapi lebih kepada target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen di 2030.

“Tapi kita sebenarnya memberikan dorongan bukan untuk pajak karbon, tapi untuk meningkatkan penurunan emisinya. Kita kan tujuannya itu,” seru dia.

Besaran Tarif Pajak

Untuk pengenaan pajak karbon sendiri, Kementerian ESDM saat ini masih menunggu penetapan aturannya dari Kementerian Keuangan.

Sebagai catatan, besaran tarif pajak karbon sebenarnya sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Nilainya setara Rp30 per kg CO2 ekuivalen atau satuan yang setara.

Secara ketentuan, pajak karbon semestinya berlaku untuk PLTU berbasis batu bara sejak 1 April 2022. Namun, aturan turunan yang mengatur ketentuan teknis pemungutannya belum kunjung terbit sampai sekarang.

Sumber : Merdeka.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only