Di tengah ketidakpastian ekonomi global, pendapatan negara di awal tahun 2023 masih mencatat kinerja yang stabil. Meski dibayangi ancaman pelemahan ekspor serta tren melandainya harga komoditas, penerimaan diharapkan terus terjaga sepanjang tahun untuk meredam kelanjutan dampak guncangan perekonomian dunia.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak pada Januari 2023 tumbuh 48,6 persen secara tahunan (year on year), yaitu sebesar Rp 162,23 triliun atau mencapai 9,44 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Secara rinci, kinerja pajak di awal tahun ini paling banyak ditopang oleh Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas yang mencapai Rp 78,29 triliun atau tumbuh 28,03 persen secara tahunan. Selain itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 74,64 triliun atau tumbuh 93,86 persen secara tahunan.
Adapun Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp 1,29 triliun atau tumbuh 118,72 persen secara tahunan. Sementara kinerja PPh migas tercatat menurun 10,09 persen secara tahunan, yakni sebesar Rp 8,03 triliun, akibat menurunnya harga komoditas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (22/2/2023), secara daring di Jakarta, mengatakan, lepas dari sejumlah kekhawatiran di awal tahun, penerimaan pajak masih mampu mengalami pertumbuhan yang signifikan. Bahkan, kinerja pajak bisa tumbuh cukup tinggi tanpa perlu ditopang efek basis yang rendah (low-based effect).
”Kalau Januari tahun 2022 itu penerimaan pajak kita bisa tumbuh 59,49 persen karena tahun 2021 basisnya memang masih rendah. Tetapi, kalau tahun 2023 ini kita masih bisa tumbuh 48,6 persen, sementara tahun lalu saja kita sudah tumbuh tinggi, ini berarti sesuatu yang sangat positif,” kata Sri Mulyani.
Pertumbuhan penerimaan pajak di awal tahun didukung oleh peningkatan aktivitas ekonomi pada Desember 2022 lalu saat momen libur Natal dan Tahun Baru serta dampak implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur sejumlah instrumen reformasi pajak.
Secara lebih rinci, Sri Mulyani mengatakan, tren pemulihan ekonomi masih berlanjut dan itu tertangkap dari kinerja penerimaan pajak yang masih tinggi. Ia secara khusus menyoroti pajak karyawan atau PPh 21 yang masih tumbuh 22,3 persen secara tahunan serta berkontribusi 13,7 persen terhadap total penerimaan pajak.
Selain itu, PPh badan juga masih tumbuh 44,06 persen dan berkontribusi 12,6 persen terhadap total penerimaan. Kinerja PPh badan menunjukkan geliat dunia usaha masih tinggi seiring dengan tren pemulihan ekonomi yang terjaga. Demikian pula, PPN dalam negeri mampu naik 144,67 persen dan berkontribusi hingga 31,7 persen terhadap total penerimaan pajak.
”Ini kenaikannya masih sangat tinggi karena didorong kegiatan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat dan juga dampak kita menaikkan tarif PPN sebesar 1 persen mulai tahun lalu. Secara umum, kalau kita lihat dari jenis pajaknya, kontributor-kontributor besar ini menunjukkan pemulihan yang cukup across the board di awal tahun ini,” kata Sri Mulyani.
Sumber: kompas.id
Leave a Reply