Ramai Ajakan Setop Bayar Pajak, Awas Kalian Mau Dipenjara?

Harta kekayaan fantastis eks pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo (RAT) yang kini mulai terkuak ternyata berefek besar terhadap kepercayaan masyarakat terhadap badan pengelolaan pajak negara. 

  Bahkan terbaru diketahui, harta kekayaan Rafael jauh lebih besar dibandingkan harga kekayaan yang ia laporkan di LHKPN. Skandal kekayaan Rafael Alun terungkap pasca anaknya MDS melakukan penganiayaan terhadap putra dari petinggi GP Ansor.

  Masyarakat pun dibuat semakin dibuat kesal dengan tren pamer kekayaan petinggi pajak. Imbasnya, kini ramai ajakan dari warganet untuk setop bayar pajak.

  Bahkan hashtag #StopBayarPajak ikut bergaung di platform media sosial Twitter. Warganet menilai pajak yang dibayarkan ke negara ternyata hanya untuk memperkaya para pejabat pajak macam RAT dan kroni-kroninya. 

  “KAMI TIDAK RELA BAYAR PAJAK, semua aparat dan pejabat harus diaudit dengan jelas dan terbuka baru SAYA mau bayar pajak lagi. per maret 2023 saya stop bayar pajak,” tulis seorang netizen. 

“RAKYAT HARUS #stopbayarpajak PERCUMA BAYAR PAJAK. Rakyat diperas sampai kulit kering. Dutinya bukan buat bangun negara. Malah buat foya-foya pejabat pajak,” timpal yang lain.

  “Mungkin sekaranglah saatnya warga biasa stop bayar pajak,” komentar salah satu akun. 

  “Mobil anak pejabat pajak belum bayar pajak. Masyarakat disuruh taat pajak. Tapi di internal ngemplang pajak,” tulis akun lainnya.

Sanksi jika tak bayar pajak

Terlepas dari gerakan Setop Bayar Pajak yang menggema di medsos, namun kita perlu paham kalau ada sanksi yang menanti jika masyarakat tidak mau membayar pajak.

  Pada dasarnya membayar pajak dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) merupakan kewajiban yang diatur oleh undang-undang.

  Dasar konstitusional kewajiban membayar pajak terdapat pada pasal 23 A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dengan membayar pajak, warga negara telah memenuhi kewajibannya pada pasal 30 ayat (1) UUD 1945, yaitu kewajiban ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara.

  Hal ini kemudian diperkuat dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983, yang di dalamnya tertuang ketentuan untuk menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

  Dari berbagai sumber yang dikutip Medcom.id, dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dengan tegas disebutkan bahwa wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

  Karena pajak bersifat wajib dan memaksa, maka negara menetapkan sanksi bagi wajib pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak dan/atau dengan sengaja menolak membayar pajak. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 telah dijelaskan, wajib pajak yang menolak untuk bayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana.

  Sanksi administrasi perpajakan terdiri dari sanksi denda, sanksi bunga, dan sanksi kenaikan. Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban pelaporan.

  Sementara sanksi berupa pengenaan bunga ditujukan bagi wajib pajak yang membayar pajaknya setelah jatuh tempo dan akan dikenakan denda sebesar dua persen (dua persen) per bulan terhitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.

  Terakhir, sanksi kenaikan yang ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran tertentu, seperti tindak pemalsuan data dengan mengecilkan jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat dua tahun sebelum terbit Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Sanksi pidana

Sedangkan sanksi pidana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara di pidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

  Pemberian sanksi terkait perpajakan ini bisa dalam bentuk tindakan tegas berupa penyanderaan atau gijzeling. Tindakan gijzeling merupakan langkah terakhir dari tindakan hukum yang dapat dilakukan pemerintah kepada wajib pajak nakal. Gijzeling dilaksanakan apabila wajib pajak benar-benar sudah membandel.

  Berdasarkan aturan yang ada, negara berhak melakukan gijzeling atau penyanderaan berupa penyitaan atas badan orang yang berutang pajak. Selain itu, bisa juga melakukan suatu penyitaan, tetapi bukan langsung atas kekayaan, melainkan secara tidak langsung, yaitu diri orang yang berutang pajak.

  Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang mengatur penagihan utang pajak kepada wajib pajak melalui upaya penegakan hukum.

  Tujuan dilakukannya gijzeling adalah mendorong kesadaran, pemahaman dan penghayatan masyarakat bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan nasional serta merupakan salah satu kewajiban kenegaraan, sehingga dengan penagihan pajak melalui surat paksa tersebut setiap anggota masyarakat wajib berperan aktif dalam melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya. Penyanderaan ini dapat dilakukan selama enam bulan dan diperpanjang paling lama enam bulan.

  Pajak, disukai atau tidak merupakan elemen penting untuk jalannya suatu negara dan pemerintahan. Bila tidak membayarnya atau bahkan berusaha menghindari pajak dengan cara yang tidak benar, maka terkena sanksi dan hukuman baik denda maupun pidana.

Sumber : www.medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only