Pemerintah tampaknya kembali kurang percaya diri dalam menata dan menggali sumber penerimaan negara dari perpajakan tahun depan. Pemerintah berkilah ini sejalan dengan sejumlah kondisi yang bisa mengham- bat penerimaan tahun depan.
Dalam dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2024, pemerintah menargetkan rasio perpajakan 9,91% hingga 10,18%. Batas bawah target tersebut memang lebih tinggi dibanding target dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023 sebesar 9,61%.
Namun, target yang dirancang pemerintah sejatinya lebih rendah dibanding realisasi 2022 yang mencapai 10,41%.
Merujuk dokumen tersebut, pemerintah melihat penerimaan perpajakan tahun depan akan menghadapi sejumlah tantangan. Terutama penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas, PPh badan, dan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN), maupun bea keluar.
Dalihnya, pertama, transisi ekonomi yang berpotensi menekan penerimaan PPh badan dan PPN. Pertumbuhan sektor manufaktur yang diikuti oleh peningkatan pertumbuhan sektor barang dan jasa informal, serta tren pergeseran konsumsi berbasis digital akan terus berlanjut.
Praktik perdagangan digital dituding menyebabkan peningkatan shadow economy. Alhasil ada risiko kehilangan basis pajak (tax base) khususnya PPN dan PPh badan.
Kedua, fluktuasi harga dan permintaan komoditas. Menurut pemerintah, harga komoditas tahun depan mengalami moderasi meskipun volatilitasnya masih tinggi. Ditambah, ada risiko jangka panjang penurunan permintaan global dari beberapa komoditas unggulan Indonesia.
Kebijakan efisiensi penggunaan energi fosil di berbagai negara serta pergeseran ke sumber energi hijau, juga berpotensi menurunkan permintaan minyak bumi. Ini akan berdampak ke penerimaan PPh migas, PPh badan, PPN hingga bea keluar.
Dus, pemerintah menyebut akan melakukan tiga hal. Pertama, melanjutkan dan memperkuat reformasi perpajakan. Kedua, memanfaatkan konsumsi masyarakat berbasis digital.
Ketiga, merangkul sektor informal agar masuk ke sistem perpajakan. Ini perlu dilakukan agar risiko kehilangan basis pajak akibat transisi ekonomi, bisa dihindari.
Masih bisa dikerek
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai, menurunnya kemampuan pemerintah dalam memungut pajak dari kegiatan ekonomi hingga pelaksanaan pemilu, bisa menekan tax ratio tahun depan. Namun, rasio perpajakan masih bisa dikerek lantaran target itu lebih rendah dari realisasi 2022.
Salah satunya, menjalankan kesepakatan perpajakan internasional. “Terutama, ketentuan yang diatur di pilar 1 mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan perusahaan multinasional
berbasis digital,” kata Wahyu, Minggu (21/5).
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyebut, pemerintah harus menjaga pertumbuhan konsumsi rumah tangga agar penerimaan PPN dapat meningkat. Pemerintah juga harus menjaga iklim usaha agar para pengusaha bisa mencetak profit dan berdampak terhadap PPh badan dan PPh 21.
Sumber: KONTAN – Senin, 22 Mei 2023
Leave a Reply