Kenaikan Pajak Hiburan dan SPA, PHRI : Ojo Kesusu

Pelaku usaha dan pariwisata di Bali merasa kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) menjadi 40% terlalu ekstrem dan memberatkan pelaku usaha yang masuk dalam kategori PBJT. 

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya menjelaskan kebijakan tersebut kurang tepat dan kurang sosialisasi karena menyamaratakan besaran pajak SPA dengan pajak hiburan seperti club malam, tempat karaoke. Padahal usaha – usaha tersebut memiliki segmen konsumen yang berbeda. 

SPA yang berada di bawah naungan PHRI karena banyak usaha SPA satu paket dengan hotel. Menurut Suryawijaya, kenaikan dari 15% menjadi 40% merupakan kebijakan yang ekstrem dan bisa mematikan usaha SPA. “Masak dari 15% menjadi 40%, ini kalau kenaikan iya pelan-pelan ojo kesusu. jadi jangan kagetin usaha dan itu akan mematikan usaha, itu ekstremnya. Jadi hati-hati kita kan lagi baru recovery namanya ini baru sembuh dari 2,5 Pandemi Covid,” jelas Suryawijaya, Senin (8/1/2023). 

PHRI di Bali juga merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan kenaikan pajak tersebut, padahal Bali paling banyak memiliki usaha SPA dibandingkan lainnya. Kebijakan tersebut juga dinilai kurang sosialisasi sehingga banyak pengusaha SPA yang kaget dan tidak paham latar belakang pemerintah menaikan pajak hingga 40%. Suryawijaya mengaku jika banyak pelaku usaha SPA yang sudah mengadu ke PHRI dan menyatakan keberatan terkait kebijakan tersebut.

PHRI mendesak pemerintah meninjau ulang kenaikan pajak 40% tersebut, karena berpotensi mematikan usaha wellness SPA yang mulai tumbuh di Bali. Apalagi Bali sedang berusaha mengangkat potensi pariwisata wellness SPA di Bali, dengan menghadirkan SPA berbasis kearifan lokal Bali. 

“Kami mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. Jadi kalau usaha SPA tutup semua akan menambah pengangguran di Bali. Kenaikan pajak akan menyebabkan kenaikan harga, jika itu tidak ada pemasukan, SPA akan tutup SPA dan tidak ada pajak, kan repot juga. Kalau kenaikan pun kami di ajaklah berapa sih idealnya bisa naik, jangan langsung tiba-tiba 40%, siapapun akan teriak dan tidak masuk akal,” jelas Suryawijaya.

Kenaikan pajak PBJT tercantum dalam pasal 58 ayat 2 UU tentang hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menyebut khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 4O% dan paling tinggi 75%. Dalam UU tersebut akan diteruskan menjadi Peraturan Daerah (Perda) oleh Pemda tingkat Kabupaten dan Kota.

Sumber: bali.bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only