Pengusaha Hiburan Butuh Hiburan

Selain harus membayar pajak tinggi ke negara, pengusaha hiburan harus menyetor duit keamanan ke sejumlah oknum

Pebisnis hiburan agaknya perlu hiburan. Betapa tidak, baru sejenak bisa bernafas lega setelah kena hantam pandemi Covid-19, industi hiburan di Tanah Air harus kembali menerima pukulan berat, yakni pajak tinggi.

Mulai tahun ini, pajak hiburan melonjak dari 25% menjadi 40% hingga 75%. Biangnya adalah Undang-Undang Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang mulai berlaku Januari 2024.

Merujuk Pasal 58 ayat (2), tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Sejumlah daerah pun mematok tarif pajak hiburan dengan angka mak- simal 75% (lihat tabel).

Toh, pemerintah berkelit. Bagi pemerintah, tarif pajak, hiburan hingga 75% sudah ada sejak lama. “Ini sama pada saat mereka mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 28/2009, mereka sudah memberikan tarf 75%,” kata Lydia Kurniawati Christyana. Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Selasa (16/1).

Yang terang, berdasarkan reportase KONTAN ke sejumlah tempat hiburan di Jakarta, pengusaha hiburan menolak tegas kenaikan pajak hiburan Tarif pajak 40% hingga 75% akan menambah beban usaha. Selama ini, pengusaha hiburan harus menyetorkan pajak yang cukup besar ke kantong negara,” ungkap Alexander Nayoan Ketua Bidang Pelatihan dan Pendi dikan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) kepada KONTAN, Jumat (19/1).

Alexander menegaskan, pajak tinggi bisa membuat pelaku usaha hiburan gulung tikar, yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.

Apalagi, Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA) Agnes Lourda Hutagulung mengungkapkan, selain harus membayar pajak, pengusaha hiburan kudu setor duit keamanan ke sejumlah oknum “Kami meminta pemerintah tidak mengenakan pajak usaha spa karena bukan termasuk kategori hiburan,” ujarnya

Untuk itu, Ketua Umum Indone sia Spa Wellness Association Yulia Himawati mendesak pemerintah segera meninjau ketentuan mengenai pengelompokan spa sebagai bisnis hiburan. “Jika dibiarkan. kami khawatir akan menimbulkan b ketidakpastian hukum dalam kegi atan usaha di Indonesia” katanya.

Yulia menambahkan, pengenaan pajak sebesar 40% dan maksimal 75% terhadap industri spa berdam pak terhadap kesehatan finansial pelaku usaha di industri ini. Pada dasarnya, spa bukanlah jenis usaha yang berkaitan dengan hiburan, melainkan ke kesehatan, sehingga enggak tepat dibanderol pajak.” timpal Aneesa Tanjung pendiri sekaligus pemilik Berseri Spa.

Setali tiga uang pebisnis bar juga teriak. “Banyak pengunjung yang tadinya menghabiskan waktu di bar, jadi lebih memilih minum di rumah atau beli online ketimbang harus minum di tempat yang pajak- nya besar dan harganya tidak ma suk akal, sebut Bhian. Board of Directors Odin Senopati.

Kata Bhian, pajak yang tinggi Jo berpotensi mematikan bisnis hi buran malam lantaran pengunjung berkurang. Jadi kurang minat ke bar karena uang yang harus dikeluarkan tambah banyak.” imbuhn Lizzie, pengunjung Odin Senopati.

Bhian pun cemas penurunan jumlah pelanggan bakal berimbas pelanggan pada lapangan pekerjaan di industri hiburan. Padahal, industri hiburan bisa membantu roda ekonomi di daerah. “Harapannya, semoga (rencana kenaikan tarif pajak) ini dipikirkan ulang baik-baik oleh pemerintah,” ujarnya.

Merespons protes yang marak dari pelaku usaha hiburan, pemerintah pun angkat bicara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah akan mengeluarkan surat edaran mengenai aturan pajak hiburan sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Surat edaran tersebut kelak memuat menge nai insentif fiskal serta keringanan dalam penerapan tarif pajak hiburan khusus sebesar 40%-75%. Pemerintah akan keluarkan surat edaran terkait dengan Pasal 101 ungkapnya, Jumat (19/1).

Airlangga menjelaskan, dasar dari pemberian insentif berkaca dari sektor pariwisata yang baru pulih dan juga membutuhkan dukungan lain. Dalam rapat kabinet terbatas, Presiden Jokowi memerintahkan untuk menyiapkan skema pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) badan menjadi 10%. Namun teknis insentif ini masih dalam pembahasan Yang terang, Airlangga kembali menegaskan, pemerintah daerah bisa memberla kukan tarif pajak hiburan lebih rendah dari 40%.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only