Setoran Pajak Tekfin dan Kripto Tembus Rp. 1 Triliun

Tren naik turun penerimaan teknologi finansial dan kripto mengikuti dinamika industri

Direktorat Jende ral (Ditjen) Pajak Kementeri an Keuangan (Kemkeu) berhasil mengumpulkan pajak dari bisnis teknologi finansial (tekfin) peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) dan pajak kripto sebe sar Rp 1,11 triliun sampai akhir tahun 2023

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemkeu, Dwi Astuti melaporkan, sejak diberlakukan mulai Mei 2022, total penerimaan sejak pinjol mencapai Rp 647,52 miliar hingga akhir tahun 2023 Sementara, realisasi penerimaan khusus untuk tahun 2023 senilai Rp 437,47 miliar.

Seperti diketahui, aturan pajak pinjol merupakan jenis pajak baru yang mulai berlaku sejak 1 Mei 2022 Kebijakan tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor GB/TMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggara Teknologi Finansial

Sama seperti jasa lainnya, transaksi pinjol merupakan objek jasa kena pajak yang dikenakan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atas bunga yang diperoleh pemberi pinjaman atau lender.

Nah, PPh Pasal 23 ini dike nakan pada subjek pajak atau wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dengan tarif sebesar 15% dari jumlah bruto atas bunga. Sedangkan PPh Pasal 26 dikenakan pada subjek pajak atau wajib pajak luar negeri selain bentuk usa ha tetap dengan tarif 20% dari jumlah bruto atas bunga.

Sementara itu, Dwi melaporkan, pemerintah juga mengantongi pajak kripto dengan nilai mencapai Rp 467,27 miliar hingga akhir tahun 2023. Hanya saja, setoran khusus di tahun 2023 sedikit lebih rendah, yakni hanya terkumpul Rp 127,66 miliar saja.

“Peningkatan maupun penurunan penerimaan pajak sejalan dengan dinamika kegiatan ekonomi pada kedua area tersebut,” ungkap Dwi kepada KONTAN, Kamis (18/1) pekan lalu.

Sama halnya dengan pajak tekfin, pajak kripto juga mulai berlaku pada 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan dan dilaporkan pada Juni 2022. Aturan mengenai pajak kripto, tertuang dalam PMK No. 68/ PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Yang jelas, pungutan pajak tekfin maupun kripto merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)

Tekfin ilegal

Pengamat Pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan kenaikan penerimaan pajak tekfin sejalan dengan perkembangan industrinya. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akumulasi penyaluran pinjaman dari September 2022 hingga September 2023 meningkat 53% year on year (yoy).

Namun, Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat meminta pemerintah untuk menindak tegas pelaku tekfin ilegal yang tidak hanya merugikan masyarakat, namun juga merugikan penerimaan negara.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda juga mengingatkan, berkembangnya industri tekfin perlu diwaspadai lantaran penyaluran yang tumbuh pesat tidak disertai dengan peningkatan kualitas pinjaman.

“Akibatnya banyak peminjam yang gagal bayar dan lender sudah mulai protes uang investasinya tidak balik. Ke depan bisa menurunkan transaksi P2P lending,” kata dia kepada KONTAN, kemarin.

Terkait kripto; belum terjadi rebound kinerja dari beberapa aset kripto di 2023. Yang terjadi, justru penurunan transaksi yang cukup besar dari tahun 2022 ke 2023. “Akibatnya potensi penerimaan pajak dari keuntungan dan transaksi aset kripto menurun,” tambah Huda.

Sumber : Harian Kontan, Senin 22 Januari 2024, Hal.2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only