Terkuak! Ini Alasan Jokowi Tak Kunjung Terapkan Pajak Karbon

Masalah lambannya pemerintah menerapkan pajak karbon disinggung dalam debat calon wakil presiden Minggu (21/1/2024). Muhaimin Iskandar dan Gibran Rakabuming Raka kompak menegaskan bahwa penerapan pajak ini penting untuk transisi ke energi hijau. Lantas kenapa pemerintahan Presiden Jokowi tak kunjung menerapkan pajak ini?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia kemungkinan baru akan menerapkan pajak karbon pada 2026. Menurut dia, rencana penerapan pajak ini masih terus berproses dan masih ada regulasi yang harus dilengkapi oleh pemerintah, termasuk skema perhitungannya.

“Nanti kita akan lihat regulasinya akan dilengkapi karena salah satunya Eropa akan menerapkan CBAM (Carbon Border Adjustment Mechanism) di tahun 2026, 2024 mereka akan sosialisasi,” ujar Airlangga dikutip pada Rabu (24/1/2024).

Airlangga mengatakan meski pajak ini belum diterapkan, pelaku industri diharapkan bersiap-siap dengan beralih menggunakan energi hijau. Dia mengakui peralihan tersebut membutuhkan investasi tambahan.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani berkata pemerintah perlu mempertimbangkan banyak faktor untuk menerapkan pajak ini. Dia mengatakan faktor tersebut di antaranya pemulihan ekonomi Indonesia.

“Kalau momentum pemulihannya cukup robust dan kuat berarti cukup baik,” kata dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan komitmen pemerintah dalam menghadapi krisis iklim tak perlu dipertanyakan. Menurut dia, saat menerapkan pajak ini kementeriannya akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lainnya termasuk Otoritas Jasa Keuangan. Tujuannya supaya mekanisme itu tidak hanya memperkuat penerimaan melainkan juga menekan emisi karbon.

“Seperti yang saya sampaikan sebelumnya ini tidak hanya sekedar menjadi sesuatu instrumen yang untuk penerimaan, tapi lebih untuk program climate change,” ujar dia.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai pemerintah tidak serius dalam menerapkan pajak karbon. Dia mengatakan hal itu dapat terlihat dari dua kali penerapan pajak ini ditunda.

“Pemerintah seringkali menggunakan kenaikan biaya listrik sebagai tameng ditundanya pajak karbon. Ini saya rasa cukup aneh ya, padahal pajak karbon dibutuhkan untuk mempercepat penutupan PLTU batubara,” kata dia.

Dia menilai ditundanya penerapan pajak karbon ini menyebabkan bursa karbon yang sudah diluncurkan pemerintah menjadi sepi peminat. “Banyak yang tidak tertarik terlibat di perdagangan karbon karena belum ada disinsentif bagi perusahaan domestik untuk kurangi emisi karbonnya. Kan kalau tidak ada pajak karbon sebagai hukuman, buat apa ikut perdagangan karbon? Ini logika pasar paling sederhana,” ujar dia.

Sumber : www.cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only