Tertunda Terus, Pemerintah Diimbau Segera Terapkan Pajak Karbon

Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menyarankan pemerintah segera mengimplementasikan pajak karbon.

Chatib mengatakan pajak karbon diperlukan untuk mempercepat penurunan emisi karbon. Menurutnya, pajak karbon juga akan membuat mekanisme perdagangan karbon lebih optimal.

“Pajak karbon harus dilakukan. Kalau enggak, trade atau perdagangannya enggak terjadi,” katanya, Senin (29/1/2024).

Chatib mengatakan pajak karbon dan perdagangan karbon menjadi 2 instrumen pengendalian emisi karbon yang saling melengkapi. Oleh karena itu, tarif pajak karbon juga perlu ditetapkan secara proporsional.

Dia menjelaskan tarif pajak karbon yang rendah berpotensi menyebabkan orang tidak termotivasi menurunkan emisi dan memilih hanya membayar pajak sebagai emisi. Di sisi lain, pengenaan pajak karbon yang terlalu tinggi juga justru membuat mekanisme perdagangan karbon tidak menarik.

Sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terjadi, Chatib memandang pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mulai menerapkan pajak karbon meski dengan tarif rendah.

“Kalau yang dilakukan pemerintah dengan menerapkan bahwa itu sudah boleh ada, saya kira itu sudah cukup baik. Nanti sambil perlahan, nanti makin improve, secara gradual itu [tarifnya] dinaikkan,” ujarnya.

Melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah mulai mengatur soal pajak karbon sebagian upaya pengendalian emisi karbon. Pajak karbon semula direncanakan berlaku mulai 1 April 2022, tapi hingga saat ini belum terimplementasi.

Pajak karbon dikenakan menggunakan mekanisme cap and trade. Pada tahapan awal, pajak karbon akan dikenakan pada PLTU batu bara dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

Sumber : news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only